heart twilight

by - 19.30

Entah, akhir-akhir ini hatiku benar-benar temaram. Ketika kulihat secercah cahaya di ujung sana, namun tetap saja hatiku tergetar oleh angin. Ketika kepastian hati membingungkan dan perasaan memaksaku memutuskan pilihan. Betapa hidup ini adalah penawaran dan sekalipun kita terpaksa memilih karena mungkin mengharapkan yang terbaik. Tapi pilihan itu seakan meredam semua keinginanku, hasratku bahkan harapan selama ini tentang keyakinan yang kumiliki. Selalu saja kedamaian hati ini yang kucari. Ketika ketenangan dengan mudah didapatkan maka pikiran ini selalu disesaki Tanya yang tak berkesudahan. Aku hanya ingin menjadi garis lurus. Kalaupun sesekali membelok bahkan menukik aku ingin menjad garis yang tak pernah terputus-putus atau garis putus dengan tanda gunting. Tapi kenyataan selalu membuatku menyerah pada arti sabar dan ikhlas. Menjalani hidup yang terbaik dengan sikap yang lebih arif. Aku tidak bisa mendemo karena pada dasarnya aku dilahirkan bukan untuk berdemo. Keadilan memang dicari dan hatiku selalu menuntut keadilan. Saat kesepian merajaiku dan imajiku berkelana dalam dunia rimba tak tentu di peta mana, aku tersesat dengan labirin kehidupan yang berliku, emosi yang sulit diredam, ambisi yang terpasung kondisi dan mungkin cita-cita yang tergantung di langit tak pernah turun menjadi tetesan hujan yang basah, aku percaya suatu saat akan indah bila waktunya tiba, tapi aku tidak bisa bertahan di persimpangan jalan. Karena arah yang berbeda memberikan perspektif berbeda. Seperti aku tak bisa menghentikan jari ini untuk menekan tuts papan tombol, apakah kau bisa menahan perasaanmu untuk tidak merasa terluka, tersakiti bahkan tertusuk dari depan. Sadarkah jiwa ini kosong dan dahaga rindu begitu menggebu sehingga perasaan selalu ingin bertemu, bahkan keinginan lebih menjadi ingin memiliki bahkan untuk selamanya. Tapi adakah kepastian hidup jika rencana itu tidak pernah kita ketahui. Usaha yang dilakukan untuk bertahan dan menyandar punggung pada tiang di tepi jalan membuat kakiku kesemutan dan ingin melangkah pergi. Tapi hatiku terpaut dan seluruh pikiranku terarah kepadanya. Kau tahu senyum dulu yang terkembang itu selalu membayangi mataku hingga tersaput basah, bukan karena kesedihan tapi karena ketakutanku tak melihat senyum itu lagi dan mataku gelap karena aku tak bisa lagi melihat rupamu. Aku hanya ingin bersama jika kukatakan bersatu terlalu berani untuk memutuskan. Menghabiskan sisa air dalam gelas itu bersama, bersama memang indah. Tapi kebersamaan itu rasanya begitu singkat dan ekor mataku hanya bisa melirik sekilas bening matamu yang indah dan aku tidak bisa berkedip selama beberapa menit hanya untuk melihat matamu, kemudian hidungmu dan turun perlahan mendekati bibirmu. Tiba-tiba kau tersenyum tipis seakan ragu dan aku menunggu reaksimu dan cubitan kecil mengarah ke lenganku. Sakit, tapi tidak terlalu menyakitkan karena setelah itu baru kutemukan senyum merekah itu terkembang seperti bunga mekar di taman musim hujan. Aku terpana, tak bisa perhatian kualihkan pada objek yang lain. Betapa rasa cinta begitu membara dan kerinduan seperti telaga yang tak pernah kering. Matamu, aku ingin menyimpannya. Tapi aku hanya bisa menyimpan bayangmu dalam memoriku. Entah sampai kapan karena kau berharap tidak perlu ada yang terhapus dalam otakku kecuali lupa. Lupa pada diriku sendiri. Bahwa mencintai adalah hal terberat dalam hidupku. Bukan saja dicintai karena cinta tak selalu sama dengan bentuk dan rupa, sesekali berpindah dan berubah dalam wujud yang lain. Tidak perlu membahas cinta. Aku hanya perlu jawaban nanti saatnya datang untuk kembali. Aku tidak bisa memastikan apa pun terjadi dalam hidupku, karena tak ada jaminan. Hidupku seperti garis yang kucoba dibuat lurus dengan tinta hitam. Tapi kau bisa mengubahnya dengan warna kesukaanmu. Saat mimpi itu datang aku tak bisa berhenti menangis. Aku khawatir pada diriku sendiri karena takut tidak lagi percaya pada apa yang kuyakini, jalan terbaik dalam hidup ini adalah menerima segalanya dengan penuh kesadaran hati pada ketentuan yang telah digariskan jauh sebelum kau lahir. Tapi aku punya harapan dan keinginan, aku punya cinta yang kuharap menjadi nyata. Aku punya harapan yang tak sekedar menjadi keinginan. Aku punya mimpi yang tak pernah cukup hanya dibagi. Aku ingin perwujudan nyata dan aku tidak bisa meminta siapa pun untuk mengabulkannya. Aku tahu bahwa semua orang punya kuasanya sendiri menentukan, tapi kepada siapakah kupercaya. Aku hanya ingin kau tahu bahwa perasaan terdalamku hanya menginginkan satu pilihan. Tapi apakah perlu disebutkan jika ternyata nanti tidak pernah terjadi dan aku menyesalinya seumur hidup karena aku telah membocorkannya. Kepada siapakah kubagi rasa ini, jika lampu temaram dan langit padam tak pernah mau mendengarku. Dan bulan seperti enggan untuk menyapa karena pagi hari mentari tak pernah mau menyapa dengan ceria hati. Hatiku gelap seperti mati lampu. Aku tidak hanya butuh listrik, aku membutuhkan generator yang kusebut sebagai penggerak motor langkahku. Jika pikiran ini seribu kali berubah, aku ingin hatiku tetap pada pendirianku. Jika kau rasa ini salah, berilah aku jalan untuk menemukannya kembali. Menemukan kedamaian hati yang kuimpikan selama ini. Tanpa keresahan dan kesedihan yang melahirkan jutaan tetes air mata. Kemudian tetesan itu mengalir menjadi arus deras yang mengalir dan membanjiri pipiku hingga basah. Bukan kehidupan ini selalu diawali dan diakhiri dengan tangis. Maka nyanyian hujan itu tidak seperti suara tangis yang terisak-isak menahan pedih. Kepiluan hati ini tak cukup hanya terwakili oleh deretan huruf ini. Kau tahu semakin dalam kaurasakan cinta itu kuat tertanam semakin kau rasakan kuatnya pedih yang tak tertangguhkan jika cinta seperti bius dan obat yang memabukkan. Aku ingin penawarnya. Maka satukanlah hatiku jika aku ingin sekali merasakannya. Aku takut ini akan menjadi harapan kosong dan aku hanya terdiam tertunduk dengan hati remuk dan penuh kegalauan hingga dalam tidurku penuh igauan, dan hilang kesadaranku sepenuhnya. Karena hidup seakan tak peranh mau memberikan tujuan atau bahkan kemungkinan untuk mendekati jalan itu. Aku ingin sekali melihat kau bahagia, aku ingin sekali melihat kau tanpa kesedihan. Jika harus kutebus semua ini dengan pengorbanan maka aku tidak menginginnkan kesia-siaan jika penyesalan sepertinya tidak ada artinya lagi. Maka waktu yang telah berlalu seperti menjadi momen sejarah yang patut dituliskan di atas prasasti bahwa cerita hidup semakin berlanjut dan episode membuka babak baru. Perjuangan selama ini memang belum terlihat hasil sedang tetesan keringat itu lebih sedikit daripada tetesan hujan yang turun dari kedipan mata. Apakah semua ini palsu. Aku terus mempertanyakan jika hidup penuh kepalsuan dan kebenaran itu hanya kebetulan semata, aku selalu menyebut namamu sambil memeluk bantal karena kutahu bahwa bayangmu selalu tersimpan di bawahnya. Pikiranku terbebas sedang hatiku terpenjara manakala kerinduan itu meluap seperti banjir yang menghantam bendungan. Maka dalan hitungan detik deburnya menghancurkan penghalang. Aku berlari mengejar kenyataanku dan garis-garis yang bisa kulewati menjadi garis lurus yang panjang. Tapi kau tahu aku butuh kepastian dan aku tak pernah mengetahui rencana itu jika garis hidupku adalah garis tangan yang bisa diramal. Aku sama sekali tidak percaya pada ramalan itu. Kemudian aku bisa menghabiskan waktu bersama di bawah rindang pohon kelapa dan angin itu berhembus perlahan menerbangkan selendangmu dan aku menangkap jika sandalmu terseret ombak karena aku hanya menginginkan menjadi pasir sehingga aku bisa selalu menjaga telapak kakimu dari duri yang membuatmu terluka. Aku ingin menjadi angin yang membelaimu lembut.

You May Also Like

0 komentar