suatu malam, kulihat dirimu dalam sekejap mata dalam mimpiku. rupanya, kau bersama seseorang yang baru kutahu adalah impianmu. meneteslah salju dari kelopak mataku. senarai rindu berubah remuk tanpa redam. bahkan tanpa kutahu, kau terlibat dalam ciuman penuh gairah dalam pikiranmu. aku tahu, aku tak bisa mencegah gumpalan awan yang kini menjadi hujan yang deras. kau hanya terdiam, aku telah bicara tapi entah tak ada suara. kau pun bergeming tanpa berucap kata. sejak, hatimu selayang pandang ujung daun di musim gugur yang jatuh terkulai di antara tumpukan daun kering cemara. maka, aku menjadi sehelei tisu yang mulai basah oleh gerimis. aku tak mengerti arti pengkhianatan, ketika permukaanya saja terasa menyakitkan. ujung mata pisau itu seakan mengintai dadaku. hujamkanlah, jika itu akan membuatku mati. siapa yang tahu ketika hati terikat rasa sementara pikiranmu berfantasi dengan orang lain. bahkan, diam-diam dalam tidurmu kulihat kau berpelukan. bukan padaku, miris. maka biarkan lah hati ini berdarah karena aku tak mampu berpikir dan mewujudkan orang lain dalam kepalaku. kau, telah menyalakan api kebencian.
malam ini hatiku tergantung, di langit tak ada awan pun berkabung. sejenak, cinta menjadi kebisuan yang menenangkan. ketika suatu waktu aku masih ingat rasanya kecupan pertama. aku tak mampu menepiskan kegugupan dan getir saat lidahku nyaris terkilir. bukan saja malu, tapi matamu terpejam dan aku kehilangan kendali karena bibirku terkatup. detik-detik yang berguguran seperti menyaksikan dua cangkir saling beradu. kemudian, kau berbisik jauh dari telingaku. mengatakan rindu. maka kukatakan saja sayang. kau pun tersipu, kulihat pipimu merona. aku tahu, saat itu cinta adalah kedipan yang tertahan untuk terus memandang. bahkan tatapan berlangsung lama. kini, hanya kusaksikan sunyi dan gelap menggelayut manja di atas sana. kusaksikan riak di dalam dadaku mulai berombak dan bergulung-gulung. rasanya, aku seperti merasakan kesepian telah memenjarakanku. entah, jika kukecup dirimu akankah masih terasa sama. karena diam-diam bukan saja cinta tapi juga terbit benci dalam hatiku, melihat kau bersamanya.
Aku tak peduli kemana bunyi denting ini terdengar, bahkan suara riuh dan gemuruh dada tak sanggup kuredam. Ada sepercik kerinduan yang tak bertemu tuan, seperti ranting patah yang enggan jatuh. Cinta menjadi debu yang menempel di daun pintu. Ketika ombak mengecup bibir pantai, sajak-sajak cinta menjadi tak penting. Kemana semua tulisan penyair kembali, seperti kerinduan bulan yang tak kunjung bertemu. Barangkali, puisi hanya lahir untuk kembali mengisi keranjang sampah. Seperti makian dan sumpah serapah, mengikuti jejak-jejak kaki yang terhapus angin. Sampai kapan aku menjadi binatang jalang. Sampai kapan rindu ini tak bertemu bayang. Sampai suatu ketika cinta menjelma bahasa yang tak dimengerti, kemudian saling membenci. Adakah seseorang yang bisa menjelaskan arti puisi. Arti kiasan dan ungkapan yang selalu kau dengungkan lalu terdengar berkumandang. Bahkan, aku tak mengerti. Apa sebenarnya hubungan ini.
Aku takkan pernah lupa bahwa hatiku tergores luka. Di antara dendam dan benci yang menyatu, aku tertatih untuk berjalan dan menatap ke depan. Melawan angin dalam kesendirian, membunuh waktu demi merampas rindu. Demi keyakinan yang kurasa bahwa kau terlahir dari tulang rusukku. Aku rela bahkan untuk berdarah, ketika sakit terasa abadi saat kau pergi meninggalkanku. Tak kan kusia-siakan lagi kepedihan dan kesunyian yang membisu. Tak ada dialog malam ini, pun bulan masih sama. aku pun masih cinta, walaupun sakit di dadaku tak tertahankan lagi. Demi seluruh nafasku, aku membungkam jiwa yang hampa karena sakit hati yang terbalut hangatnya pelukmu. Melewati rasa yang pernah mati, takkan kucari jalan untuk kembali. Tanpa kau di sini, kunikmati rindu yang datang memaksaku, meneguk sisa kepiluan hati yang kembali mengepulkan asap di tengah malam di antara denting jam yang mulai berguguran. aku takkan pernah lupa, cinta telah membawaku sejauh ini untuk bertahan, berjalan walaupun kakiku tertancap duri. Untukmu, seluruh nafas ini tak tersisa lagi.