Kasih, aku ingin memelukmu tapi tak sanggup lagi karena kini
engkau jauh. Aku tahu, kucintaimu tapi tak mudah, selalu kusayangi tapi kini
engkau lelah. Berapa kali kucoba kau artikan salah. Banyak hal kutunjukkan
sikapku kau anggap tak peduli. Juga rindu yang selalu kuberikan kau anggap tak
berarti. Sedih, mengingat begitu banyak waktu memikirkanmu. Tak membuat dirimu
semakin dekat memelukku. Bahkan, kau kini meragu setelah semua cinta coba
kujadikan bukti. Sedangkan, kau pikir segala bentuk sayang dan perhatianku tak
lebih dari sekadar janji. Ingatkah, kali pertama bertemu, senangnya
menyambutku, kau tuliskan namamu dengan ujung jari di punggungku. Kau tuliskan
cinta di telapak tanganku, kusimpan satu foto kita di pigura kecil yang
terpajang di dinding. Mengetuk hatiku, menitikkan haru. Lamat-lamat rindu, tapi
jarak memisahkanku. Mengubur perasaanku jauh ke dasar kegelapan, tak kutemukan
lagi cahaya cinta. Saat dirimu, perlahan-lahan meninggalkanku diam-diam. Jika
aku bukan jalanmu, aku akan membangun jalan meski harus menghabiskan tahunan
waktu dengan menabung rindu setiap hari berharap bertemu denganmu di ujung
jalan. mengumpulkan kepingan rindu yang berserakan, juga luka hati yang coba
kuabaikan. Aku akan terus berjalan, mencari kesempatan lain, memegang setia dan
satu hati tanpa penyesalan. Meski kakiku tak pernah tahu akan berhenti di
langkah ke berapa, menemukanmu. Aku tak akan pulang.
Kau sempurnakan senyuman, kau lengkapi kerenggangan jemariku
dan tangan kita berpelukan dengan jemarimu. Dengarkanlah, suara hati ini
mengutarakan kejujuran tentang senandung rindu yang tak pernah habiskan keresahan
yang selalu datang. Cinta yang selalu terbayang, akan garis bibirmu, helai
rambutmu yang tersangkut di daun telinga, terselip bulu mata yang jatuh di
pipi, rona merah kala dirimu tersipu malu, derai tawa saat dirimu senang. Buatku,
mencintai lebih dari sekadar biasa, melewati batas-batas ragu, tentang harapan
yang timbul tak memberikan jeda. Merindu lalu hati terbayang hadirnya dirimu. Mendekapku
dalam lamunan. Menyeretku pada ingatan dan masa-masa kita bersama menari di
bawah hujan, menghindari genangan, menggenggam erat tangan. Masih kurasakan
getar dada yang sama saat memelukmu lama. Juga denyut yang seharus tak kusentuh,
menerbitkan bias-bias bening di peluk mata. Tak sanggup kubayangkan bahwa
selalu ada akhir dari setiap cerita. Aku paling takut untuk menghadapi bahwa
kenyataan tak bisa memaksa cintamu untuk terus kumiliki. Saat, sebuah nama
hadir selain diriku mengisi sudut hatimu.
Adakah sebuah rasa di mana aku jatuh pada lubang yang sama,
lubang hati yang sama. aku mencintaimu lebih dari sekali. Aku jatuh hati
kepadamu lebih kuat dari ini. Bukan saja jatuh pada pandangan pertama, tapi jatuh
pada penglihatan berikutnya. Pada setiap tatapan matamu di pagi hari, saat senyummu
benar-benar mekar seperti bunga selepas terbitnya mentari. Dengan ketulusan
hati menyambut pelukanmu, merekam senyumanmu, mengingat kedipan matamu. Aku tahu,
telah mengecewakanmu berulang kali, menyakiti hatimu lebih banyak dari sekali. Tapi,
aku bahagia bersamamu. Tertawa bersamamu, senang bersamamu. Aku tak bisa
menghitung tetesan yang jatuh kala sedih dan pelupuk mataku basah karena takut
kehilanganmu. Masih adakah kesempatan yang tersisa, masih adakah kesempatan
kedua, ketiga, selanjutnya. Aku takut, kau lelah berdiri dan tegar untuk
bertahan dengan semua ini. Adakah rindu yang bisa kubayar menuntaskan sakit
hati yang sering kali kutorehkan. Adakah luka hati yang bisa kusembuhkan dengan
seribu janji, juga manisnya cinta yang pudar. Kucintai dirimu lebih dari
hitungan hari, kusayangi dirimu lebih banyak dari jutaan tahun cahaya, kucoba
menyimpul ikatan sayangku kepadamu agar setiap hari bisa menyuburkan cinta mengabadi. Agar
kelak perasaanku tak pernah kedaluarsa dan mati. Jika aku salah, mengartikan
sikapmu, pengertianmu, ketidakpekaanku menghadapimu. Satu doa dalam dekap, berharap kau
merasakan getar di dadaku menerjemahkan perasaan cintaku yang tak mudah untuk
kau artikan. Lebih dari sekadar maaf atas segala kekuranganku yang tak bisa kusampaikan.
Bahagialah kepada dirimu yang masih merasakan cinta meski
harus menghitung waktu untuk berakhir. Jika sisa waktu untuk mencintai tak
lebih dari hitungan hari. Biarkan perasaan ini menjadi lebih kuat dari biasanya,
meninggalkan bekas dan jejak kenangan yang indah. Kau, bukanlah mantan, tapi
pernah kucintai. Masih harus kuhitung suatu rasa yang pernah singgah di hati. Namamu,
terselip rindu meski tak kumiliki. Kucinta dirimu namun perih. Kusayang dirimu
tapi sakit. kurindukan engkau namun pedih. Kuingin sisa waktu mencintaimu jadi
lebih indah. Salahkah bila aku cintaimu. Semoga aku masih bisa mencintaimu
lagi. Mengulang perasaan yang sebenarnya kuhindari. Tapi, ini rasanya masih
cinta. Ini rasanya masih indah kurasa. Aku tahu, ada hari di mana aku harus
bisa melepasmu pergi. Izinkanlah aku menikmati setiap hitungan detik bersamamu.
Izinkan aku merekam setiap kenangan yang kita lalui bersama. Izinkan aku pada
kesempatan yang tak pernah terulang untuk membuat ingatan yang akan menjadi
lebih dari sekadar kenangan. Cintaimu memang indah, meski rasa sakit. apalah
arti cinta, jika tak pernah dirasakan bersama. Aku mengerti, kau telah
mengajarkanku cinta. Cinta dalam kesendirian.
Cinta buta itu adalah ketika kamu bisa jatuh dan mencintai
seseorang tanpa melihat kenyataanya. Dia itu tidak mencintaimu, artinya kamu
jatuh cinta sendirian. Cinta bertepuk sebelah tangan, tak ada nyaring tak ada
bunyi. Cinta semacam ini, cinta yang membutakan hati. Lebih banyak memaksakan
kehendak dan merasa harus memiliki. Pernah dengar, kan, cinta tak harus
memiliki? Cinta memang dimiliki, tapi cintanya tak bisa dipaksa sehati. Jika dia
tak mencintaimu, lalu untuk apa menunggu. Untuk apa merindukan seseorang yang
tak merindukanmu. Untuk apa mencintai seseorang yang tak mencintaimu. Untuk apa
memikirkan bahkan kepada seseorang yang tak mempedulikanmu. Seharusnya, cinta
mendekatkan dirimu pada kesadaran. Bahwa cinta melahirkan kasih sayang dan
pengertian yang besar. Bahwa pada akhirnya cintalah yang memilih kepada siapa
hati yang terpilih. Jika kamu merasa cintamu buta, cobalah untuk membuka mata. Buka
mata hati untuk melihat lebih jelas, kepada siapakah cintamu layak dan pantas
untuk diberikan. Bukan kepada hati yang telah disia-siakan. Buta, adalah bentuk
hati yang terselimuti kegelapan karena memandang cinta bisa diraih, cinta bisa
dibentuk, cinta bisa ditimbulkan. Pada kenyataanya, cinta lahir dengan
sendirinya. Cinta butuh mata hati untuk melihat lebih jelas, biarkan cinta memilih.
Aku terjatuh dan tak
bisa bangkit lagi...
Aku tenggelam dalam
lautan luka dalam,
Sejak dengar lagu ini, gue selalu belajar berenang. Bisa jadi
sewaktu-waktu gue jatuh terus nggak bisa bangun, setidaknya gue masih usaha
buat berenang, meski lautan sangat luas dan akhirnya gue tenggelam.
Pernah nggak, sih, kepikiran tentang konstituen relasi
keterkaitan logis sebuah hubungan dalam pendekatan analisis humanistis. Kayak judul skripsi, ya.
Gue aja bingung, dosen pembimbing juga pasti nolak usulan
judul gue.
Erich Fromm, yang disebut sebagai Neo-Freudian. Dalam
bukunya yang terkenal, The Art Of Loving
(1995), dia menyatakan bahwa cinta adalah suatu kebutuhan dasar manusia untuk
keluar dari kesepian dan kesendirian.
Daripada bingung, gue coba pecah dalam beberapa faktor
kerangka sub bagian.
Proses pendekatan dalam fungsi kategori PDKT menjadi modal
dalam membangun interaksi yang lebih intim, terjadi lekatan pada proses
penyesuaian dan adaptasi seluruh informasi detail menyerap ketertarikan sublim.
Dalam hal ini, penyatuan dua faktor x dan y membentuk pola
chemistry
Selanjutnya, terlibat interaksi intim, saling mengenal,
jadian. Falling in love. Belum cukup
sampai di situ, kemesraan di awal-awal, saling mengisi dan cinta terasa manis.
Terjadilah gesekan yang menimbulkan konflik, perselisihan
paham, kecemburuan, ketidakadilan, ego bahkan konfrontasi.
Cinta diuji, bertahan atau tinggalkan.
Pada akhir yang tragis, cinta menjadi kehilangan yang tak
terelakkan. Broken heart.
Ribuan hari aku
menunggumu... jutaan lagu yang kucipta untukmu
Semuanya jadi sia-sia. Tak ada gunanya. Putus ya putus aja. Penjelasan
apa pun tak berguna. Perasaan pun tak pernah sama lagi. Kekecewaan, penyesalan
tak menyelamatkan.
Teori cinta menurut psikologi humanistik berpangkal pada
kesadaran emosional. Pemenuhan kebutuhan dasar sampai aktualisasi diri dan kebahagian
menjadi pangkal teori tentang cinta. Cinta bukan semata-mata berdasarkan seks,
melainkan suatu pemuasan emosional dengan hasil suatu kebahagiaan.
What do you think? Let
me know
Entah, embun pagi saat hujan tak datang lagi. Seikat mawar
layu berada di dalam botol tak juga terkena terpaan sinar mentari. Akankah sepanjang
hari, aku tak menemukan cahaya itu datang. Manakala rindu sehabis hujan datang
kemarau di esok hari. Kapan tawa itu senyum terkembang menjadi garis tipis
sendu yang mengalun tanpa rindu. Pertemuan pun berakhir menjadi perpisahan,
bahkan waktu tak berpihak. Langit pagi akan selalu ditemui, akankah perasaan
tetap sama sehangat mentari? Diam-diam aku mencuri cahaya, di balik awan
sebelum fajar. Tetapi, aku kehilangan kehangatan senyum darimu, sepanjang hari
melewati kota dan berjalan-jalan menghabiskan waktu bersama. Berakhir pada
dialog singkat pagi yang terlihat kilatan basah di matamu. Aku tak bisa mencegah
karena kehabisan waktu, dan sisa sepanjang hari terasa dingin sehabis hujan. Tak
ada yang tahu, dalam hitungan waktu dan perputaran jam menghentikan langkah
denyut jantungku. Tak ada salam perpisahan, tak ada lambaian tangan, tak ada
pelukan hangat yang bisa kukenang. Janji seakan usang seperti buih ombak yang
terbawa di bibir pantai.
Kepada hati yang tak pernah lelah merindukan. Aku menitipkan
surat tentang kehangatan pagi yang menyelipkan rindu di antara pejaman mata. Saat
aku masih mengingat setiap peristiwa manis bersamamu. Mengingat
perhatian-perhatian kecil yang ditujukan kepadaku. Ada waktu yang bergulir dan
cinta tak semestinya berakhir. Aku ingin surat itu tak pernah salah, karena
hati ini tak kehilangan arah. Sejak, aku mencintaimu bukan saja ketulusan. Aku mencintaimu
karena kesempatan hati memilih cinta kepadamu. Di antara puing-puing harapan
dan luka yang kulupakan. Kau datang, seperti oasis tengah gurun, sementara
kemarau berkepanjangan melanda hatiku. Lebih dari sekadar tetes hujan dan tanah
beraroma basah karena ketulusanmu menguarkan manisnya cinta. Cinta yang semestinya.
Di antara pagi yang selalu kunanti, aku selalu ingin senyummu. Selalu ingin
mengingat perhatianmu. Selalu ingin menghabiskan waktu bersamamu. Selalu ingin
mengingat waktu yang tersisa akan terasa manis untuk dikenang. Kepada hati yang
tak pernah lelah mencintai, aku menitipkan surat ketulusan daun yang tak pernah
bertanya pada embun kapan semestinya jatuh. Karena aku jatuh mencintaimu, tanpa
pernah bertanya mengapa.
Aku merindukan pejaman matamu terbuka dan menatapmu dengan
senyum menyambut pagi, membelaimu. Menyusuri lekuk parasmu dengan ujung jari
menyelipkan helai rambut yang terurai. Hangat mentari menelusup lewat ventilasi
dan kau malas bergerak. Aku masih menyisir rambutmu dengan jemari dan menatapmu
mesra. Tak pernah aku merasa bosan, melihat dirimu terbaring dan bebas kulihat
setiap jengkal wajahmu. Mennyentuh pipimu yang lembut, mengecup malu-malu. Matamu
masih malas untuk terbuka dan aku mengusap-usap dahi dan ujung rambut yang
tergerai. Matamu yang lentik dan kusuka, sorot mata teduh yang kucintai. Setiap
pagi, aku tak pernah merasa bosan mencintaimu. Menyambutmu dengan senyum saat
matamu terbuka, menjelang hari penuh cinta dan kehangatan hatimu yang selalu
terasa jauh di dasar lubuk dadaku. Tempat di mana detak jantungku selalu
bergetar, setiap menyebut namamu
Menutup hari yang lelah. Aku tersenyum dalam hatiku pun. Saat ini tak ada yang lebih indah selain aku dan kau saling memahami, jauh lebih sederhana dari arti kata cinta. Tak perlu puisi, ungkapan. Aku tahu, kau cukup mengerti. Sekalipun kukatakan sekali, kau akan lebih mengerti. Aku merindukanmu, sayang. meski pertemuan singkat tak mampu menebus kerinduanku, serupa hujan di tanah gersang, mampu menyiram dahagaku akan senyuman. akankah langit masih sama, akankah hujan turun lagi, tak perlu kau risaukan. cintaku tak pernah berkurang, meski sulit dipahami. aku ingin menggenggam tanganmu lebih lama, aku ingin selalu menjadi pagi yang menyambutmu kala membuka mata, aku ingin lebih dari sekadar pelukan, kasih yang hangat darimu terus mengisi hatiku.
Kau tahu, saat terlintas banyak gambaran tentang berbagai
kondisi di pikiranku. Kurasa, aku menjadi bingung. Semua orang berada di
sekitar, aku tidak mengenalnya. Semua orang sibuk dengan rutinitas kerja, aku
tidak begitu mengenalnya. Semua orang bergerak mengikuti ambisi dan naluri,
sementara aku terjebak pada kebingunganku sendiri. Kelak, semua hal tak bisa
dijelaskan bagaimana seseorang bisa terhubung satu sama lain. Suatu malam, di
sela waktu aku menghubungimu dan bercerita banyak tentang hal. Sementara tak
ada yang tersisa, selain waktu semakin habis. Begitu banyak orang lalu-lalang,
lewat, melintas, tapi tahukah pada akhirnya kita tak saling terhubung karena
waktu kita terbatas. Relasi yang terbangun hanya terdiri beberapa orang saja
dengan waktu yang tersisa. Aku senang, bisa menghabiskan waktu denganmu. Aku senang
merasa dicintai. Aku senang punya waktu untuk berbagi banyak hal denganmu. Aku senang
mendapat berbagai perhatian kecil darimu, kecemasanmu, keraguanmu,
kekhawatiranmu. Entah mengapa, saat aku merasa kesepian bahkan di tempat yang
sangat ramai, aku hanya ingin berada di sisimu dan memelukmu. Menikmati setiap
momen, detik demi detik yang tidak akan pernah terulang. Selama, aku tahu
banyak hal dan kemungkinan yang terjadi di masa depan. Aku tahu, cintamu begitu
besar. Aku takut, suatu saat, cintamu malah membawamu pergi dariku. Aku takut
tidak ada yang tersisa di ingatanmu, tentangku. Memikirkan, waktu demi waktu
berganti dan banyak hal mulai mengisi pikiranmu. Aku takut, merasakan diriku
dilupakan. Aku takut, bagaimana akhirnya tidak dipedulikan. Aku bersyukur, kamu
mau menjadi seseorang yang mengisi celah hatiku dan menyayangiku dengan tulus.
Aku tahu, rasanya terbelenggu keniscayaan hati terperangkap
oleh kerinduan tak bisa mewujud lalu pada pertemuan. Memimpikan perjumpaan, selalu
saja berakhir menjadi nanti dan kapan-kapan. Jangan pernah lelah meretas rindu meski
terlalu sering kau tabung dalam kotak masa depan. Ingatlah, jarak hanya
ruang sela di antara dua kaki kita, berpijak pada tanah yang berbeda. Selama,
hati kita terucap janji mengikat rasa tentang cinta yang hangat dan manis. Selama,
rindu tak pernah usang sementara hati membaja karena penantian panjang. Aku tersiksa,
Sayang. Ingatanku tentangmu, begitu juga kecupan panjang terakhir yang selalu
kukenang. Menayangkan pelukan di petang malam saat mataku lelap terpejam,
tetapi itu hanya mimpi. Aku ingin menemuimu, bercerita tentang rindu dan
harapan, tentang kisah yang selalu kuulang. Masa depan yang tak pernah bisa
kita jaga, ruang rindu yang selalu sesak oleh namamu. Aku lelah sayang, ingin
bersandar pada bahumu dan tanganmu memelukku dari belakang, meleburkan rindu
dalam titik temu.
Kapan terakhir kali kau nyatakan cinta. Merasakan kerinduan dan lubuk hati terpenjara oleh perasaan yang tak terdefinisikan. Ketika kamus tak mampu membendung perasaanmu untuk diungkapkan. Saat itulah cinta seperti syair yang dikumandangkan. Kemudian awal selalu saja bertemu akhir dan kisah cinta teramat tragis menjadi kehilangan yang tak terelakkan. Bagi kau yang baru terjatuh karena cinta, nikmatilah. Karena kau bisa jatuh. Maka kau pun bisa bangkit. Saat dirimu terhempas dan dadamu berdarah-darah karena hatimu telah terlalu terluka. Obat yang membuatmu tenang adalah keyakinanmu. Ketika kau percaya bisa untuk bertahan karena cinta, maka kau bisa berusaha untuk melepas cinta. Aku yakin, kenangan tertinggal kenangan, selebihnya arah laju rindu bermuara pada cinta yang baru. Untuk kembali menikmati cinta yang tertinggal, maka pergilah ke mana hati membawamu pergi.
Gue menganggap mengenal seseorang seperti membaca buku, ada
beberapa lembar yang mudah dilewati, ada beberapa lembar yang berjalan perlahan
satu per satu lembar, bahkan ada yang merasa harus tutup buku di lembar
pertama. Mengenal seseorang berarti mencoba memahami, berpikir dari berbagai sudut
pandang. Tidak boleh benar-benar langsung menge-judge atau mengambil kesimpulan dari beberapa potongan informasi
mengenai dia. Saat ini, gue juga masih membaca tentang diri sendiri, agar gue
tidak salah.
Pernah nggak sih, kamu
merasa benar-benar seperti mengenal seseorang padahal baru kali pertama
bertemu?
Tentunya, mengenal seseorang itu tidak mudah, ada berbagai
upaya. Ada adaptasi, toleransi, pengertian. Seperti kita banyak menemukan
seseorang fake, berkepribadian ganda.
Seperti berapa banyak seseorang yang hanya memanfaatkan atau tidak tulus,
oportunis. Banyak macamnya, seperti banyak macamnya kepribadian. Banyak hal
relasi dibangun didasarkan atas kepentingan, kesenangan, keinginan.
Memang tidak mudah untuk mengenal seseorang, ada mood,
kecenderungan sikap dan perilaku. Bahkan, ada watak karakter dan kebiasaan. Jadi,
harus pandai-pandai menentukan posisi. Posisi pun ada struktural, fungsional. Banyak
orang juga banyak cara mengenal seseorang.
Berapa banyak sih,
kamu merasa benar-benar mengenali seseorang?
Teman-teman, saudara, sanak famili. Kerabat dekat, teman
jauh, teman dekat. Berbagai jenis relasi, hubungan antarmanusia membentuk
keterikatan dan keterkaitan peran yang berhubungan sehingga membentuk
interaksi. Bahasanya formal beud.
Kadang, gue ngerasa harus mengalah. Gue juga ngerasa kadang berada
di bawah. Di lain waktu gue tahu seseorang menertawakan bahkan merendahkan. Tapi,
gue pikir sedang mengenal seseorang. Jadi, sebenarnya gue punya beberapa
catatan tentang seseorang berdasarkan penilaian gue selama berinteraksi dengannya.
Namanya, manusia kan nggak sempurna. Gue berusaha untuk tidak seolah-olah menjadi
seseorang yang merasa paling benar atau paling baik. Dengan adanya catatan itu,
gue punya semacam database sehingga
gue punya porsi tertentu untuk berhubungan.
Balik lagi, waktu gue terbatas dan semua hal tentang relasi
di atas menghabiskan waktu. Balik lagi dengan masalah prioritas. Terkadang, gue
jadi mikir menghabiskan waktu dengan siapa nih seharusnya? Paling banyak waktu
yang gue habisin dengan siapa?
Jika mengenal seseorang seperti membaca buku, dan teman yang
paling the best adalah buku. Artinya buku
sama dengan teman. Berapa buku yang dibaca berulang-ulang, berapa buku yang
paling disayang dirawat dengan baik. Berapa buku yang terpaksa harus
disumbangkan, berapa buku yang hanya ditumpuk tidak dibaca.
So many books, so
little time. So many people, so little time. My time is my life.
Gue membuat korelasi yang berhubungan. Selama ini gue banyak
menghabiskan waktu dengan buku, membaca dan berinteraksi dengan orang. Gue
punya waktu untuk menghabiskan bersama orang-orang untuk berkumpul, bercanda,
bercakap-cakap, tertawa.
Lantas, berapa banyak
buku yang cuma kamu pinjam lantas tidak kamu baca? Berapa banyak yang tulus
kamu beli dan kamu baca berulang-ulang?
Kita mirip ya, berarti
jodoh dong. Hahaha. Rasanya pengin ketawa aja kalo gue denger kalimat itu. Jodoh,
ada di tangan Tuhan. Misteri banget ya, kalo mau nemu jodoh, sih, jangan duduk
di pintu. Semakin misteri.
Pedekate lama eh cuma dianggap teman, kasian. Udah pedekate
cepat jadian, eh cuma dianggap pelarian. Gue masih nggak ngerti konsep jodoh. Kalo
keburu lewat sebelum ketemu jodoh,
gimana? Apes dong hidup nggak nemu jodoh?
Istilah kerennya, sih, tulang rusuk? Jadi emangnya kalo
jodoh dari tulang rusuk, apa kabar yang poligami, tulang rusuk siapa yang
dipake banyak banget?
Pacaran lama, putus-putus juga. Udah nikah, cerai juga. Jodohnya
ke mana?
Kalo nyapu yang bersih biar dapet istri cakep, nyapu nggak
bersih dapat suami brewok? Bener nggak
tuh?
Sampai harus kawin karena deadline, sampai terpaksa
mencintai daripada menanggung beban tak laku, sampai harus jadi simpanan,
sampai rela dimadu, sampai cinta dipermainkan.
Katanya, sih. kalo
jodoh nggak bakal ke mana? Emang mau ke
mana, sih?
Biasanya jodoh dikaitkan dengan bertemunya pasangan atau
belahan jiwa, ahzeg. Berarti seseorang yang memilih sendiri artinya tak bertemu
dengan jodohnya.
Menurut gue jodoh itu seperti sepatu, karena diciptakan
sepasang. Kalau kita diciptakan sepasang, berarti matinya pun sepasang, dikubur
nggak sendirian. Nggak mungkin juga dong sampai cerai atau ketuker sama yang
lain. Karena ukuran sepatu sama.
Adam diciptain sendirian, terus kesepian maka diciptain
hawa. Untung Adam nggak berpikir poligami, bisa diciptain hawa sampai tiga,
tulang rusuknya tinggal dikit.
Jadi sebenarnya jodoh itu sebentuk apa? Mitos!
Punya pandangan lain? Share
komen yuk...
Perjalanan pulang, di antara lalu-lalang mobil yang
melintasi jalan. Gue bertanya, “ke mana sih semua ini?”
Bahkan, mobil satu sama lain tak saling mengenal. Gue duduk
di kursi membayangkan, takdir berjalan mengikuti ceritanya. Adakah pertemuan itu
satu bentuk takdir, juga perpisahan? Di antara banyak pilihan, konsekuensi dan
kesempatan, gue bertanya lalu jika kau pergi itu satu bentuk takdir? Awalnya suka
jadi benci, dari temu jadi rindu, dari sayang lalu menghilang.
Gue merasa waktu nggak banyak buat gue menemukan semua
jawaban dari pertanyaan yang muncul.
Kenapa gue dilahirkan di sini? Dan banyak pertanyaan yang
muncul kemudian.
Sampai pembaca terjebak pada halaman ini dan membaca tulisan
gue.
Waktu sangat terbatas, bahkan sampai tak sempat. Gue hanya
bertemu beberapa orang saja hari ini, di antara juga seperti yang biasa gue
temui. Terkadang gue juga bertemu orang baru, dan orang lama kemudian pergi. Satu
per satu, waktu seolah merampas beberapa hal dalam hidup. Waktu buat gue
menimbulkan kecemasan, karena kalo nggak sekarang kapan lagi?
Banyak hal yang belum diselesaikan, banyak tenggat waktu
yang terpaksa mundur kembali, banyak maaf yang menjadi wajar, banyak kesalahan
yang dimaklumi.
Sebenarnya, apakah gue bisa mencurangi waktu ketika gue
merasa belum puas. Sampai setiap doa ulang tahun selalu panjang umur. Berapa banyak
kebaikan yang gue perbuat untuk orang lain dan membahagiakan orang-orang di
sekeliling. Dan berapa banyak justru gue mengecewakan dan melakukan kesalahan?
Sepertinya, akhirnya gue dikalahkan waktu. Terlelap tidur
karena lelah, terpaksa memejamkan mata karena perih. Tak ada lagi yang bisa
dilakukan ketika tubuh tak kuat lagi berdiri. Akhirnya raga menjadi lemah dan
jatuh sakit, dan jantung pun berhenti berdenyut karena kesempatan hidup telah
berakhir.
Semua orang pasti takut mati, dan semua orang berusaha hidup
dengan mengabaikan datangnya kematian. Ketika waktu tiba takdir pun bicara
mencabut nyawa.
Sudahkah merasa benar-benar hidup?