Kamu tahu, terkadang ingatan
begitu kuat membekas mengikat kenangan dan sesekali menayangkan beberapa kilas peristiwa memori silam. Tetapi ingatan
bisa juga dengan mudahnya kabur terlupakan begitu saja meski beberapa kali
usaha dilakukan untuk membangkitkan ingatan. Mengenangmu, bisa saja muda bagiku
menguarkan aroma rindu hujan dan gerimis ketika kita terjebak di sudut halte
menunggu bus datang. Bahkan, untuk kesekian kalinya. Aku hanya bisa menatap
kotak kecil itu dengan mata sendu. Terkenang sebuah peristiwa pahit yang ingin
kukubur dalam.
Semburat senja membias memantulkan terpaan cahaya yang
menembus kaca jendela tempat aku sedari tadi melabuhkan lamunanku padamu. Di gerbong
ini, letupan rindu masih membekas saat kereta perlahan meninggalkan stasiun. Adakah
kamu tetap menanti meski tak ada kepastian? Aku memandang keluar jendela dan
membayangkan memori beberapa tahun silam. Cahaya senja akan selalu sama di
sudut sore. Akankah getaran di dadaku masih sama kala namamu disebutkan dan
perasaan luapan rindu hadir mendekap rasa. Aku masih menatap langit,
menyaksikan awan yang berwarna keemasan membentuk siluet yang indah. Merindukanmu.
Selalu saja menimbulkan getar di dadaku. Menerbitkan resah-resah tak kumengerti
dan perasaanku meluap seperti tak terbendung lagi. Setiap ingatan tentangmu
yang kusimpan, selalu saja menerbitkan kerinduan yang tak bisa kuhindari. Sesekali
muncul dan membuatku tersenyum lama.
Aku akan selalu mengingat hari ini, ketika kata menjadi tak ada
artinya. Maaf menjadi sesal akhir yang tertahan di ujung lidah, bahkan pelukan
tak membawamu kembali. Sesaat, mengiri lembah pipiku yang basah karena bulir
bening tak sanggup kubendung. Kenapa akhirnya kau menyerah dan memutuskan
pergi. Meski, kau tahu aku sangat terluka. Bahkan, kau tak mau menemuiku untuk
memberikan penjelasan. Akankah hari yang telah kita lalui bersama hanya menjadi
ingatan yang kemudian terlupakan. Haruskah kuabadikan air mata ini agar tak
lagi jatuh. Kepergianmu.
Seringkali, kita mudah untuk
bersembunyi dan berpura-pura. Seperti hati yang percaya bahwa segalanya akan
indah pada waktunya. Tapi tahukah kisah tentang waktu yang bergegas mengejar
rindu. Belakangan, bahkan aku tak bisa mengelabuinya. Waktu semakin berlalu dan
tak pernah tergapai lagi. Masa-masa penantian panjang tentang luka hati yang
belum sempat terhapus, tentang kenangan yang belum sempat terkubur, begitu juga
tentang benci yang tak sempat terbuang. Aku berjalan seolah menghentikan waktu.
Bahkan usia semakin berjarak, dan aku akan kembali berakhir pada kehilangan,
kesempatan. Jika nanti tak punya rentang waktu. Jika esok tak pernah menitipkan
janji. Aku kembali bertanya pada detik yang berguguran begitu terabaikan. Bahkan
kamu tak peduli banyak waktu yang kuhabiskan bersamamu. Begitu juga hari-hari
bahagia bersamamu. Mengekalkan rindu dan mengabadikan momen indah. Meski,
terlambat.
Jika ada satu hari di mana kesempatan itu ada untukku. Maukah
kau kembali, mengenang satu hari kita bersama. Meski, tak terlibat perasaan. Aku
bahagia saat tawaku mekar seperti bunga akasia. Ditemani rintik hujan kau
melindungiku dari gerimis di bawah payung biru. Menyusuri jalan kemarin sore
sebelum kamu pergi. Membawa janji untuk datang dan bertemu kembali. Entah,
apakah kau sungguh-sungguh atau cuma untuk membuatku tenang. Menunggu, senja
yang tak pernah kembali jingga terbit untuk kau tunjuk, menggenggam jemariku
erat. Di sanalah, katamu. Matahari akan kembali.
Kamu tahu, tak pernah kurasakan getar di dadaku seperti ini.
Sesak yang tak bisa kuterjemahkan, namun meluapkan rindu yang tak bisa kulepas.
Memandangmu, tak pernah bisa kulihat lebih dekat. Aku mengenalmu, tapi tak
lebih kumiliki. Bayangmu, cinta semu yang tak bisa kuungkap. Meresahkan hatiku
sendiri bila senyummu tak lagi untukku. Jika, tatapan sendu matamu yang teduh
tak pernah mengarah kepadaku. bila, cinta membawakan pesannya sendiri. Menjadikan
degup jantung di dadaku, mampu kuredam. Semoga, kamu tahu perasaanku butuh kau
balaskan.