Sebaris air yang menetes dari embun di kaca, aku mengamati lampu-lampu kota yang mulai padam. Bahkan, aku tak pernah tahu kenapa bisa berada di sini. Menunggumu tak pasti. Haruskah aku mengurai rasa sakit ini seorang diri dan meneguknya perlahan hingga habis. Sementara kamu bersembunyi dan tak pernah muncul lagi, seakan aku hanya tempatmu berlari. Tempat menyampaikan keluh kesahmu selama ini. Harusnya aku sadar, kamu tak pernah mau berjanji agar aku tak pernah menanti. Nyatanya, aku...
Gerimis akhirnya mereda, saat aku merasa telah menunggu terlalu lama. Menanti kehadiranmu setelah habis secangkir kopi dan menanti balasan pesanku. Tahukah kamu, aku telah membatalkan janji untuk bertemu denganmu dan memberanikan diri bersembunyi dari keresahanku. Bersembunyi dari degup jantung yang tak kumengerti, bersembunyi dari luka yang mungkin telah kulupakan. Adakah kamu mengerti, aku menunggumu untuk kali terakhir. Sebelum aku menyadari, bahwa kamu memang tak seharusnya kutunggu. Seperti kabar yang tak pernah jelas, simpang-siur. Adakah perasaanmu...