Analogi Cinta Berdua

by - 14.26



“Kamu akhir-akhir ini berubah,”
“Nggak, kok.”
“Sekarang kamu cuek kayak nggak nganggap aku lagi,”
Segelas cokelat hazelnut dibiarkan dingin dibelai udara kosong. Kamu dengan sudut mata yang mulai basah lekat menatapku. Aku terdiam sambil memikirkan bagaimana caranya menjelaskannya kepadamu.
“Aku sudah bilang, sama sekali nggak ada yang berubah.”
“Tapi, kenapa kamu jarang ngabarin aku.”
“Aku, tuh sibuk. Lagi banyak kerjaan.”
“Tapi, emang sesibuk itu sampe nggak sempet ngabarin atau balas chat aku?”
Lagi-lagi aku hanya tertunduk dengan bibir tergigit getir. Sama sekali, tak ada yang berubah dari diriku. Kau, selalu menuntut perhatian. Aku tahu, hal ini tak lagi mudah untukmu. Segelas green tea latte di depanku tak segera kusambut. Kubiarkan batu esnya melebur dengan sisa greentea menawarkan rasa manis yang telah pudar.
“Awal kita pacaran, kamu baik banget sama aku.”
“Ya, kan itu beda.”
“Kenapa harus beda? Katanya kamu sayang?”
“Ini masalah waktu.”
Kamu tak terima jawabanku. Kamu mengungkit masa lalu. Kedai kopi tempat kencan kita menjadi saksi sejarah pertemuan, di mana aku bertemu kamu. Sudut meja yang kuingat, lukisan tanpa pigura yang tergantung di dinding. Kotak dadu yang tersimpan di meja kasir, begitu juga bel berwarna alumunium yang sering kau mainkan. Semua memori tempat ini tersimpan.
“Apa kamu sudah nggak sayang lagi sama aku?”
“Masih, kok.”
“Kenapa lantas kamu jadi berubah, aku nggak ngenalin kamu lagi,”
“Kamu salah menilai aku.”
Pertengkaran demi pertengkaran mewarnai hubungan kita. Untuk hal sederhana menjadi rumit. Satu menit lebih tiga puluh detik aku terlambat membalas chatmu, kamu marah minta turun harga BBM. Jelas, kamu semakin menuntut perhatian. Aku, tak lagi menyediakan perhatian sebanyak dulu.
“Dulu, awal pacaran kamu romantis banget sama aku. Sekarang nggak ada tuh,” katamu sambil melirik pasangan yang duduk tak jauh dari kita saling meniupkan kopi di sendok teh. Kamu melirik iri.
“Ya, kita kan beda.”
“Dulu, kalo greentea latte punyamu kurang manis, kamu minta aku meniupnya sampai dingin. Kamu bilang semua yang manis berasal dariku.”
“Tapi, kalo kemanisan aku takut diabetes.”
Kamu mendengus kesal. Aku berpura-pura sibuk mengaduk segelas green tea yang sudah tak menarik lagi. Seperti percakapan kita, ingin segera berakhir. Malam semakin larut, keramaian kedai kopi berangsur sepi. Kita berdua duduk berhadapan, tak lagi saling mengisi. Meski, kedua tangan saling tergenggam tapi hati tak lagi saling mengingini.
“Kamu bosan ya sama aku? Apa karena aku sering mengajakmu ke sini?”
“Bukan itu.”
“Berarti benar kamu merasa bosan?”
“Nggak, kok.”
Malam minggu mungkin jadi malam yang panjang. Tetapi, bagiku malamini jadi malam terpanjang. Percakapan yang tak menemukan titik temu. Pelayan yang mondar-mandiri melintas tempat duduk kita. Kamu lebih tertarik memandang layar televisi yang terpasang di sudut belakang, menampilkan pertandingan bola dengan keriuhan penonton. Mungkin, inilah rasanya sepi dalam keramaian. Pertandingan sepak bola sama sekali tak menyedot perhatianku.
“Aku capek, Sayang.”
“Istirahatlah.”
“Jadi, kamu mau melepasku pergi?”
“Bukan maksudku begitu.”
Detik berguguran sementara langit berubah pekat beranjak suram. Dalam sekejap, kulihat kilatan cahayamu terpantul dalam keremangan lampu. Matamu, basah. Aku menahan getir karena tak ingin ada tangis yang memecahkan pertemuan kita. Kamu, sama sekali tak memandangku. Pandanganmu kosong menatap layar televisi, seolah pertandingan final yang selama ini dinanti-nanti.
“Apa kamu menemukan seseorang yang lebih baik menurutmu?”
“Tidak, jangan menuduh hal itu.”
“Seseorang yang lebih cantik, lebih menarik perhatianmu!”
“Aku lebih tertarik kepadamu.”
“Bohong!” hardikmu kesal.
Aku terkesiap dan meraih tanganmu. Kuseka lembut perlahan mengusap punggung tanganmu. Menyelipkan jemariku agar mengisi sela jemarimu, yang mungkin membutuhkan sentuhan. Aku menggenggam tanganmu erat seolah malam ini kau tak tergapai lagi. Matamu nanar memandangku dan kilatan basah semakin tak terbendung manakala berkas bening itu semakin membanjiri sudut matamu.
“Kumohon, jangan menangis” ucapku
Tak ada suara. Tak ada gegap gempita malam ini. Segeas coklat dan greente tak tersentuh lagi. Aku dan kamu mengurai cinta yang tak lagi sepaham.
Kata Oka @daraprayoga_ orang yang jatuh cinta itu keinginannya sederhana: berdua dalam cinta. Benar, kan? Berdua dalam cinta memang manis. Tapi ternyata tidak selamanya cinta itu manis. Cinta itu banyak rasa. Mulai dari manis, asam, sampai pahit.
Bagaimana akhir kisah cinta mereka? Sertakan jawabanmu dalam kolom komentar ya


You May Also Like

14 komentar

  1. akhirnya oka ngajak balikan Tarisha

    BalasHapus
  2. yang lebih lengkapnya, oka putus sama Tarisha terus dia berpaling ke Tira, tapi oka tidak berhasil mendapatkan Tira. hingga akhirnya oka ngajak balikan Tarisha.

    BalasHapus
  3. cinta yang tak lagi sepaham? ah, memangnya ada cinta yang sepaham? rasanya tidak. yang kebanyakan ada, cuma cinta tak sepaham, tapi berusaha paham karena berusaha untuk berdua dalam cinta. cinta itu manis kok. tapi kenyataannya memang ada asam bahkan pahit juga. kenapa menurutku tetap manis? karena, berdua itu saling, bukan salah satunya malah berpaling.

    BalasHapus
    Balasan
    1. selamat, anda yang menang!
      kirimkan alamat lengkap ke email di bio twitter aku ya
      subject: ACB

      terima kasih,

      Hapus
  4. Oka ngajak balikan Tarisha, tapi Tarisha nya nggak mau.

    BalasHapus
  5. Oka ngajak Tarisha balikan, tapi Tarisha nya nggak mau.

    BalasHapus
  6. Oka ngajak Tarisha balikan, tapi Tarishanya nggak mau.

    BalasHapus
  7. ini jawabannya harus sesuai ending analogi cinta berdua? karena aku ikutan komen di sini buat baca novelnya, jadi jawabannya versi aku ya, kak.
    karena sekarang aku lagi ada di fase ini, jadi aku berharap mereka bertahan. bukan karena kepalang lama, tapi karena aku yakin setiap hubungan pasti ada perubahan. mungkin untuk perempuan, pasti kangen dan mau terus sayang-sayangan kayak di awal pacaran. tapi kalau mau begitu terus, kapan dewasanya? lebih baik menerima pasangan apa adanya, tapi dimanja terus cuma karena mengemis perhatian. setiap orang punya kehidupan masing-masing, cukup hargai dia yang setelah sekian lama tapi masih ada di sisi. ayo, lanjut lagi!

    BalasHapus
  8. Oka memutuskan hubungan dengan Tarisha dan mendekati Tira. Tapi akhirnya Oka tidak bisa mendapatkan Tira dan meminta kepada Tarisha untuk menjalin hubungan kembali~
    - @cilcantya -

    BalasHapus
  9. Karena Cinta itu sebuah PILIHAN, Jika hanya satu pihak yang bertahan dan berjuang apa mungkin Cinta tersebut akan bertahan lama ? Untuk apa tarisha bertahan Jika Pada akhirnya memang bukanlah tarisha yang oka ingkankan ? ~
    Melepaskan bukan berarti menyerah. Tetapi lebih kepada memahami bahwa ada beberapa hal yang tak dapat dipaksakan. :)
    Mungkin kebahagian Tarisha bukan ada pada oka,Jangan tangisi dia yg meninggalkanmu karena bosan ~ Jika dia cukup bodoh melepasmu, kamu harus cukup pintar melupakannya. :)
    Come on tarisha - Carilah kebahagian yang Lain yang dapat melukiskan kembali senyumu, Lupakan Oka :) biarin dia pergi dengan penyesalannya kelak.

    BalasHapus
  10. Setelah melalui perdebatan tanpa titik ujung, Oka akhirnya memutuskan untuk berpisah dari Tarisha. Tarishapun menerima keputusan tersebut dengan berat hati. Namun, Oka malah memantapkan hatinya ke perempuan lain. Tetapi perempuan tersebut menolak Oka. Cinta memang bukan sebuah keterpaksaan, tapi perasaan nyaman akan membawa ia kembali pulang. Okapun mengajak Tarisha kembali ke pangkuannya, walaupun Tarisha menolaknya.

    BalasHapus
  11. Karena saya belum baca novelnya- so, maapin kalo salah alur/?

    Tarisha bakal mutusin oka. Hubungan mereka yang renggang itu karna mereka masih berkutat di ego masing-masing. Jadi mungkin kedepannya akan memilih untuk sendiri, menenangkan hati terlebih dahulu. Masalah balikan lagi atau engganya tergantung hati mereka. Seberapa kuat sisa rasa yang mereka miliki satu sama lain? Itu jawabannya((: -@alfianifitri_

    BalasHapus