After Watching Conjuring 2

by - 14.52



Sedikit serius dulu ya
buat kamu yang suka nonton film horor, Conjuring 2 by James Wan mengingatkan gue pada film horor ‘70 dan ’80 an, seperti era “The Omen” and “Poltergeist. Gue juga suka aksen British sepanjang film.
Film ini tentu saja menceritakan pasangan pemburu hantu Ed (Patrick Wilson) and Lorraine Warren (Vera Farmiga) yang menginvestigasi dalam kasus “The Amityville Horror.” Lorraine yang punya kelebihan sebuah penglihatan itu secara alami mengalami pengalaman supranatural untuk melihat rangkaian kronologis latar belakang peristiwa. Lorraine dianugerahi kelebihan itu untuk mengetahui kasusnya sebagai sebuah tipuan atau memang “Demonic”
Kemudian cerita film berlanjut dan lompat pada kisah yang terjadi di Enfield, England. Kita akan diperkenalkan oleh keluarga Hodgson, single parent yang memiliki empat orang anak. Salah satunya bernama Janet (Madison Wolfe). Masalah kemudian diawali dengan kebiasaan dia tidur berjalan di tengah malam. Roh jahat bernama Bill Wilkins (Bob Adrian) yang merasuki tubuh Janet, mengendalikan, berbicara, bahkan mengancam.
Kejadian horor di rumah tua ini sontak menjadi populer dan bahan publikasi media massa. Kemudian utusan dari gereja Roma mendatangi sepasang Ed dan Lorraine untuk meminta pertolongan menangani kasus Janet yang dianggap sebagai next Amityville. Untuk dibuktikan apakah tipuan atau memang serangan demonic.

Di Conjuring 2 James Wan yang berkolaborasi dengan cinematographer Don Burgess—Forrest Gump—berhasil memberikan sugesti seram bikin merinding lewat trik kamera dan mainin angle perspektif. James Wan menggunakan seluruh elemen kejutan; sudut gelap, lukisan, kamar yang sempit, air menetes dari kran, suara gedor pintu, tenda kecil, ayunan, lorong. Dengan floating kamera yang bergerak itu membuat mata penonton dituntun kamera.
Beberapa scene yang gue catat filmis dan keren; Janet di balik selimut dengan senter. Janet nempel di langit-langit dinding dan Bill naik tangga. Ed di basement ngodok-ngodok benda jatuh di air yang ternyata gigi palsu.
James Wan memainkan seluruh elemen seram baik dari gambar, suara, karakter, asumsi, dan puzzle story. Kita diajak berimajinasi dan terlibat dengan nasib setiap karakter. Anjing yang memencet bel juga mengingatkan akan film “The Omen” and “The Shining," dari sudut pandang yang lebih modern.

Acting Janet (Madison Wolfe) memang bagus banget. Nggak takut rambut kusut. Wajah pun terlihat ketakutan dengan meyakinkan. Tidak perlu banyak bantuan visual effect dan CGI untuk memberikan kesan Janet yang kerasukan. Make up yang natural dan pas. Janet memberikan garansi dalam film ini seperti apa rasanya takut, seperti apa rasanya terancam, dan seperti apa rasanya menjadi Janet dalam film.
Conjuring 2 juga agak romance. Chemistry Ed (Patrick Wilson) and Lorraine Warren (Vera Farmiga) sangat kuat. Bahkan keduanya harus mengucapkan kata-kata puitis di tengah konflik yang memuncak. “Satu orang bisa mengubah segalanya,” “Aku mencintamu,” “Apa yang kamu lakukan ketika menemukan orang yang bisa percaya dengan apa yang kamu percaya?” “menikahinya”. Kalau melihat mereka berdua, tatapan matanya, gesturenya, dan timbal balik karakter membuat penonton sejenak lupa kalo sedang menonton film horor.
Film jenis "The Conjuring 2" akan punya kesan kuat. Dengan rasa kagum teknik film dan cerita yang oke. Termasuk dengan impact seram, merinding, takut, kaget, dan sedikit mencekam. Kumpulan momen suprise banyak hadir dan kejutan seram terselip di beberapa scene film. Tentu saja, cerita hantu tidak memiliki dampak yang sama kedua kalinya dari orang yang sama. Bahkan dari film yang paling menakutkan.
Nah, baru kita bahas reaksinya ya... Gimana ya kalo rumah itu ada di Indonesia
Tentu saja, punya rumah di kompleks yang sebenarnya punya, “Hook” membuat Keluarga ibu single-parent Peggy Hodgson sedikit terpinggirkan. Agak anehnya, kehidupan bertetangga mereka itu individualis banget. Tetangga yang paling dekat pun Cuma tetangga depan rumah yang bernama Vic. Peggy—janda miskin—yang punya tetangga satu dan ditinggalkan suaminya kawin lagi itu berada dalam titik terendahnya setelah Janet kedapatan merokok ditambah dengan kerasukan arwah yang merepotkan. Arwah dalam tubuhnya yang bernama Bill itu mau merebut kembali rumah dan nggak mau pergi sambil menebarkan teror.
Bill ini suka duduk di sofa tua yang udah robek-robek gitu dan hobi nyolong remot tv. Katanya sih itu sofa favorit sebelum dia menghembuskan napas terakhirnya. Agaknya, Peggy harusnya pintar ya untuk memfoto sofa itu, lalu menjualnya di toko Online. Tentu saja dengan menyembunyikan fakta sofa bekas mayat ya agar bisa terjual dan pindah ke tangan pembeli. Kalo perlu nggak Cuma itu, mobil pemadam kebakaran yang bisa jalan sendiri, tali yang biasa diiketkan ke Janet, selimut yang dibikin tenda, dan lampu “manusia bengkok” bisa dijual  ke toko Online. Mungkin masalah keuangan Peggy sedikit teratasi.
Tapi, Peggy harus khawatir dengan sekering yang tiba-tiba mati. Bisa jadi karena lupa top up token listrik. Jangan mencurigai setiap mati lampu adalah ulah hantu ya. Peggy ini harusnya bukan takut ya tapi marah dikerjain hantu. Kenapa hal itu terjadi, jelas aja masa kursi bisa pindah sendiri. Peggy capek dong kalo harus beresin rumah dua kali. Bahkan Polisi yang datang setelah laporan tetanganya itu mendengar suara gemuruh di dalam tembok sekaligus menyaksikan sendiri adegan kursi geser. Kenapa tidak kulkas atau lemari baju? Mungkin agak berat bagi hantunya. Polisi langsung kabur karena takut. Tapi, kalau hal itu terjadi di Indonesia sama sekali kita tidak akan memanggil Polisi. Paling hansip dan pak RT yang hadir duluan. Bukan minta tagihan uang kebersihan, tapi barangkali menawarkan bubuk Abate. Kita akan memanggil dukun atau orang pintar. Kalo punya kenalan pemuka Agama, kita panggil ustad atau Kiyai.
Tapi, kejadian Janet dirasuki arwah dan mengalami berbagai pengalaman Astral itu harusnya sampai kedengaran ke tetangga sebelah rumah. Piring pecah, gedor pintu keras, kaca pecah, kursi kebanting jelas berisik sekali. Ini potret keluar Peggy dikucilkan dari pergaulan masyarakat. Bukan saja berita Janet bisa melayang yang diketahui setelah baca koran dan nonton tv. Mungkin, rumah Peggy Hodgson akan dijadikan lokasi uji nyali. Beruntung, jika ormas islam dan majelis taklim hadir dalam acara pagi setelah subuh untuk memberikan ceramah sekaligus menggelar tahlilan pengusiran hantu.
Bayangkan, setelah pemberitaan heboh di televisi seorang anak kecil yang punya suara kakek-kakek terkenal barangkali oleh Peggy didaftarkan ajang pencarian bakat. Minimal, rumahnya dikerubungi warga yang menaruh karangan bunga sambil selfie ria. Padahal ya, tetangga rumah Peggy itu terbilang elit lho. Rumah lebih besar. Boro-boro masih bantuan, kepo aja nggak. Cuma Vic yang peduli dengan nasib Peggy dan anak-anaknya. Masih mau memberikan nginep gratis di rumahnya tentu saja dengan bonus teror hantu dan bikin perabotan rumah hancur. Nyesel kan lho.
Kesenjangan sosial itu terasa sekali ya di kawasan kompleks rumah Peggy. Penasaran, setelah pemberitaan rumah berhantu itu kira-kira pintu rumah Peggy bakal diketuk pedagang panci keliling, debt kolektor, atau peminta sumbangan mesjid nggak ya? Atau dapat serangan fajar berupa minyak dua liter dan Sembako beras dengan selipan kaus partai. Ah rasanya nggak mungkin.
Agak baiknya, mungkin harusnya Peggy mendekatkan diri pada tuhan. Kenapa persoalan hidupnya begitu pelik dan menyulitkan. Ditinggal suami kawin lagi. Anak-anak banyak dan tidak ikut program KB. Jauh dan dikucilkan dari masyarakat. Peggy bukan saja gagal menjadi seorang ibu, tapi gagal jadi anggota masyarakat. Di bulan puasa yang penuh berkah, selain karena himpitan ekonomi mungkin Peggy bisa mencoba metode puasa untuk menghemat banyak anggaran biskuit yang gue yakin sih kalo bukan Regal itu pasti merek Roma.
Mana biskuitnyaaaaaa!!! - Malak


You May Also Like

2 komentar

  1. Gue juga mikir hal2 yg bginian tiap nonton, mikir logika. Masa iya begiti, knp gak begini. Tp ya, namanya jg film. *Kocak*

    BalasHapus
  2. Jadi pengen nonton. Kayaknya seru

    BalasHapus