Moammar Emka's Jakarta Undercover: Sex Supermarket?

by - 01.39

“Untuk pertama kalinya aku berkenalan dengan wajah-wajah Jakarta yang tidak pernah kulihat sebelumnya”
Narasi yang cukup mengikat ketika menonton trailer Jakarta Undercover. Film dari buku Moeammar Emka ini bukan saja menarik tapi menyuguhkan potret realita wajah Jakarta yang humanis. Meski dibalut dengan ingar-bingar kehidupan malam tidak serta merta membuat film ini telanjang secara artifisial. Secara plot film ini memang seolah-olah menelanjangi kehidupan glamour-nya ibu kota. Tapi, acapkali kita luput untuk menyoroti hal yang selama ini enggan untuk diungkap. Bukan saja sebagai penikmat, tapi mampu menelusuri lebih dalam mata rantai bisnis hiburan dari pelaku, pemasok, bahkan faktor pendukungnya

Film garapan sutradara Fajar Nugros ini mampu menampilkan sisi Jakarta yang berbeda. Pesan yang subtil dan transisi shoot yang cantik. Bahkan, film ini naratif secara visual. Semua elemen dalam frame jadi signifikan; dari main cast, cameo, bahkan figuran. Menjadikan film ini terasa real. Set yang aesthetic dan memang sesuai kebutuhan cerita. Di mana banyak tempat-tempat yang asing kita jamah tapi cukup meyakinkan. Dari acting pemain cukup menjanjikan. Film ini memberikan garansi kualitas acting dari sekelas Baim Wong yang luput dari perhatian kita. Ganindra Bimo bermain sangat baik mengundang decak kagum begitu total memerankan awing. Oka sebagai Pras tampil sesuai proporsi karakternya pun cukup membuat saya bertepuk tangan. Sense sang sutradara dalam menerjemahkan narasi Mas Emka menjadi visual mampu terwakili dengan baik. Tak ada yang dilebih-lebihkan. Selain itu DJ Tiara Eve yang bermain sebagai Laura memberikan sumbangsih yang penting di film ini memerankan karakter PSK. Ada Nikita Mirzani yang juga memberikan fakta berbeda soal dunia prostitusi.
Cerita begitu dramatis. Tumpang tindih antara kebutuhan dan keinginan. Dilematis antara cita-cita dan persahabatan. Pras (Oka Antara) seorang pemuda yang merantau ke Jakarta demi mimpi jadi wartawan harus ikut terseret dinamika bisnis hiburan. Namun, hal itulah yang menjadi sumbu cerita di mana Pras merasa dirinya bisa jadi signifikan. Sementara, teman satu kos yang bernama Awing justru menjadi plot poin dari setiap fase dari film ini. Pras yang terinspirasi dari Djarwo, wartawan senior (Lukman Sardi) yang merekrutnya berjuang untuk pembuktian diri. Awinglah yang membawa Pras masuk di circle bisnis hiburan bersama Yoga—Bandar pesta Ibukota. Namun, dia harus bergelut dengan gejolak batin antara memilih kesetiaan tau kariernya.
Tentu saja, supply dan demand jadi penentu berputarnya roda bisnis yang dijalankan Yoga. Baik dari drugs (obat-obatan terlarang) maupun wanitanya. Dia pun mendapatkan asupan teman kencan dari Mama San, yang sangat baik diperankan oleh Agus Kuntjoro.
Jujur, banyak sekali adegan sensual. Nyatanya bukan dorongan nafsu yang timbul, tapi kita seperti disajikan lukisan yang realis. Indah. Bentuknya menjadi sebuah kekaguman penuh rasa syukur. Karena kita dipaksa untuk fokus pada cerita. Bukan pada elemen seksi, vulgar, dan pornografi. Saya cukup khidmat dan khusyuk pada aksi pemain. Scene demi scene yang membuat mata kita awas terjaga mengikuti alur cerita. Dialog yang terjahit rapi, dibantu transisi gambar yang dinamis. Pengambilan angle shoot pada beberapa set yang cukup bikin geleng-geleng kepala. Pesta yang tak pernah usai. Digelar dalam berbagai dimensi dan model.
Saya tidak akan banyak membocorkan point penting dari cerita film ini. Banyak scene favorit yang bisa saya tandai. Dialog Yoga dan Pras sedang menonton wanita bergoyang. Dialog Awing dan Pras pulang usai pesta dini hari melewati lorong gang sempit masih dalam kondisi mabuk. Set perjamuan yang berkelas makan sushi dengan pengalaman tak terbayangkan di rooftop. Dan, masih banyak yang lainnya.


Meski kental dengan drama, film ini nyatanya tetap memancing saya untuk tertawa. Banyak sekali bahan yang bisa ditertawakan dalam  Jakarta Undercover. Keseluruhan isi bahkan sebenarnya tercermin dari sosok orang gila di depan mini market tempat Pras dan Laura sering janjian bertemu. Orang “gila” dalam tanda petik, ambisi orang-orang di Jakarta yang harus bergelut antara kepentingan atau kesetiakawanan.
Pergesekan nilai ini jadi bumbu utama dalam cerita. Di mana arti sahabat menjadi dipertanyakan. Kalau setiap orang berusaha mengejar “mimpi & cita-cita” di Jakarta, lantas kepada siapa kita menggantungkan hidup? Lalu apa yang harus kita lakukan untuk menjadi signifikan? Saya baru melihat “anjing” dilafalkan dengan begitu fasih dan mendengar “kangen” diungkapkan dengan ledakan emosi yang dalam.



Sebenarnya film ini justru membuat saya sadar, Jakarta membuat saya berkenalan dengan wajah-wajah Jakarta yang tidak pernah kulihat sebelumnya. Kalau kamu mau berkenalan, nonton film Jakarta Undercover! Mungkin kamu akan melihat wajah-wajah yang sebenarnya tak asing, malah ada di sekitar kita…

You May Also Like

0 komentar