I just want to die

by - 18.32


Aku ingin mati saja. Mengakhiri hidup. Ini pilihanku dan tolong hargai aku. Aku tidak perlu kau kasihani. Aku sudah terlalu menderita dan aku sudah cukup merasa bahagia. Kematian adalah tujuan hidup dan aku ingin segera menjemputnya. Malaikat maut itu akan senang karena aku meringankan tugasnya. Dia tidak perlu datang mencabut nyawaku. Aku sendiri yang datang dengan nyawa yang telah menghilang. Biarkan ini terjadi menjadi sebuah akhir dari sejarah hidupku. Ini adalah garis akhir yang menentukan takdirku. Seperti mencapai garis finish, aku akan bahagia dan tersenyum bangga. Apa yang harus kutunggu. Bola harus dijemput dan aku ingin mati segera. Ini bukan lantaran aku tersiksa, atau tak kuat menanggung pedih luka. Karena aku hanya ingin segera mencium angin surga. Aku merindukan wajah malaikat yang berseri-seri sambil tersenyum tipis melambaikan tangan padaku. Sesungguhnya kematian adalah awal kehidupan dan aku ingin menjalani hidupku yang baru. Cukup sudah bagiku menutup lembaran hari ini yang telah usang dan berdebu. Hatiku terpenggal dan mataku buta oleh pesona dunia. Dan aku tertipu pada kenyataan palsu ini. Percuma saja aku berusaha meyakinkanku. Karena aku hanya ingin mati. Jantungku berhenti dan tubuhku kaku seperti patung lilin. Tidak ada yang perlu dipertahankan, dan segalanya tak tersisa. Tak ada yang kumiliki selain keinginan. Bahkan kenangan pun tak perlu diingat lagi. Karena ketika kumati seluruh kenangan akan sirna bersama aliran darahku yang terhenti seketika. Tak ada lagi cerita dan aku akan tenang tanpa perlu menyimpan rahasia. Masalah hidup akan selesai, karena hidup adalah masalah dan mati bukanlah masalah. Mati bukan penyelesaian tapi masalah harus diselesaikan. Dan karena hiduplah yang menjadi masalah dan mati bisa menjadi pilihan dan solusi. Memang bukan satu-satunya cara tapi aku menginginkannya. Ini bukan menyangkut harga diri karena sebenarnya manusia sungguh tidak berharga. Harga manusia adalah mati. Jika manusia selalu mempertahankan diri maka selalu ada pertikaian. Jika manusia punya harga maka dengan mudah akan terbeli. Keyakinanku runtuh bersama kenyataan ini dan aku tidak ingin apa-apa lagi selain mati. Setiap nafas dalam hitungan detik akan tergerus waktu. Dan aku tidak punya waktu lagi. Ini bukan kesia-siaan. Karena aku sungguh ingin merasakannya. Bagaimanakah caraku mati, aku punya cara sendiri tidak perlu kau risaukan. Aku tidak perlu jauh-jauh pergi. Cukup disini, asalkan siap dan hati mantap. Setiap orang pasti akan mati. Jadi apa yang kutakutkan, sakitkah. Aku sudah terlalu sering merasakan sakit, tubuhku tertusuk-tusuk, dadaku terguncang bahkan terjerembab pada tanah yang lembab. Perlahan atau cepat itu hanya masalah waktu, usia kita tentu terbatas. Batasnya adalah saat ini, tidak perlu banyak berpikir. Karena pikiran kadang menyesatkan. Kalaupun bertindak dengan hati tetap saja hati bisa dibohongi. Sekaranglah saatnya, jika hidup yang kurasa cukup sampai disini, tidak perlu wasiat. Aku tentu banyak kesalahan dan dosa, biarlah menjadi dosa dan kesalahan. Karena maaf yang telah menemukan di-kan selalu melahirkan kesalahan baru. Dan maaf tidak semestinya dipermainkan. Tidak perlu menyesal karena setelah dilahirkan aku telah menyesalinya dengan menangis. Aku tidak perlu menangis lagi. Cukup saat bayi saja, karena kupikir penyesalan selalu ada di akhir, tapi aku menyesali semuanya di awal. Sehingga akhir menjadi ending yang bahagia. Seperti air terjun yang terhempas di batu cadas, percikannya menyejukkan. Tolong jangan ceritakan ini pada siapa pun. Kematianku bukan berita hangat di koran, bahkan klise. Bunuh diri. Daripada membunuh orang, jahat sekali. Tidak perlu menjadi pembicaraan setelah aku mati. Cukup dilihat saja namanya di batu nisan. Kau akan tau kalau itu namaku. Dan perlahan-lahan terlupakan. Tidak perlu dikenal. Karena aku tidak memasangkan foto disana. Ini adalah keinginan dan hasrat terdalamku, setelah sekian lama aku memendam banyak niat. Kali ini aku harus menuntaskannya, seperti hasrat melepas dahaga, hasrat melepas nafsu, cukup hanya dilakukan saja. Dan semuanya akan berakhir. Ini akan menjadi akhir yang begitu singkat dalam ceritaku. Tapi cukup menyentak. Karena aku tidak ingin lebih berkesan dan menegangkan. Aku takut terlalu mengejutkan. Sehingga niat ini tidak perlu diberitakan kepada yang lain. Perlahan-lahan aku mulai menahan nafas, sesekali memang tersengal. Tapi untuk tahap awal selama menahan pernapasan harus sedikit kuat. Sehingga udara yang masuk tidak begitu saja keluar. Nikmati sisa udara di dalam tubuh untuk oksidasi terakhir kalinya, maka detak jantung itu tidak keberatan mengalirkan darah. Aku pejamkan mata. Dan mulai mentutup mata rapat-rapat, karena kesan akan dunia ini bisa lenyap begitu saja. Kau bisa merasakannya. Ketinggian ini selalu menjadi hasrat setiap manusia. Seperti keinginan menduduki jabatan tinggi. Aku telah berada di sini. Pijakan ini begitu kuat walaupun terpaan angin begitu kencang. nikmati sekeliling itu dan rasakan hembusannya. Tidak perlu kau tatap pemandangan, itu kamuflase. Keindahan yang terbentang tidak lain telah mengelabuimu dan mengurungkan niatmu. Lepaskan saja seluruh raga ini terbang bersama terpaan angin yang menggoyang-goyang. Bentangkan tanganmu dan irama detak jantung akan semakin samar terdengar. Aku mulai menghitung mundur. Melenyapkan segala ketakutan dan kengerian, bayang-bayang semu segera kutepis dan ingatan akan cinta, benci, dendam, suka, perih, luka, ambisi, cita-cita, impian, obsesi segera kuremuk bersama hentakan kaki yang kuinjak. Sedikit saja perlu melangkah. Selamat tinggal, aku akan meninggalkanmu semua. Kau akan terbang seperti elang dan menukik tajam seperti menyambar mangsa. Tapi ada kelegaan yang mencapai titik sehingga tidak perlu dilukiskan. Kau bisa melakukan apa yang tidak dilakukan orang lain, bahkan seluruh manusia. Kau terbang bersama angin dan membelai udara. Aroma kematian akan semakin dekat datang padamu. Aku telah siap. Dan aku akan membuka gerbang kematianku dengan kesungguhan hati, kau akan melihat cahaya putih yang berkilauan, sangat indah. Hanya kau yang bisa melihatnya, cukup sekali kau melihatnya. Dan setelah itu kau memiliki banyak cara untuk bicara, tanpa memiliki nafsu yang mengikatmu dan menyesatkanmu. Kau hanya merasakanya saja. Tapi setelah keinginan mati kau bisa mengajukan ratusan bahkan ribuan keinginan. Karena untuk mencapai itu hanya perlu mati. Sebuah imbalan yang menurutku cukup memuaskan. Orang yang kau sayangi, temanmu, keluargamu, sahabatmu, siapa pun itu pasti tidak akan mengira kalau kau sangat puas setelah mati. Hapuslah semua ingatan tentangku, karena aku akan pergi untuk selamanya. Tidak ada kerumitan disini, tidak ada yang meledak-ledak. Semua terjadi seperti tersedak. Sebentar dan hanya cukup diketahui. Mati juga sebagian dari cerita. Dan mati adalah obat hidup, ketika sakit sepertinya tak tersemubuhkan. Maka datanglah kesini. Dunia yang lebih abadi. Tanpa kekhawatiran, tanpa kecurigaan. Hidup penuh ketenangan. Tanpa beban dan masalah. Aku masih memejamkan mata, dan kurasakan darahku berdesir, ini permulaan sebelum mati. Hanya belum terbiasa. Dan aku begitu menikmatinya. Daripada menyuntikkan lenganmu dan memasukkanya dengan cairan yang membuat pikiranmu terbalik, tersiksa dan ketergantungan. Pilihanku tidak bergantung apa-apa. Kau tidak merasakan dua kali. Hanya mati dan selesai. Seperti kisah yang tinggal menemukan titik, jelas tinggal menuliskan mati. Lelah hati ini bersandar pada kepalsuan. Ketidakpastiaan ini menjadi kanker yang menyiksaku. Tak perlu mencari identias karena nama hanya tertuliskan di batu nisan, kita sungguh tidak diharapkan hidup lama-lama jika hanya menimbulkan kerusakan. Dan alam sungguh teraniaya, saatnya pulang. Perbuatanmu sungguh keji dan berlaku kejam. Cukupkan sampai di sini. Kau bisa menentukan caramu sendiri untuk mati. Kau bebas melakukan banyak aksi dan gaya dalam mengakhiri hidup sebelum kau pergi. Tidak akan ada lagi kritikan, sanggahan dan bantahan yang menyesakkan itu. Kecurigaanmu tidak akan lagi menuduhmu berkonspirasi busuk. Tubuhku melayang diterbangkan angin dan burung-burung melihatku tersenyum. Kicauannya memanggilmu dan mengabarkan selamat tinggal. Salamnya hangat dan tatapannya teduh merelakanmu. Aku mulai merasakan dingin dalam jantungku, karena angin seperti lebih kencang menampar wajahku. Tidak perlu banyak persiapan, dan aku tidak menyisakan apa-apa, tidak ada yang berharga. Kau akan tersadar kalau kau ingin secepatnya mati. Semua yang tercipta akan sirna, mengapa harus menunggu. Lebih cepat lebih baik. Tidak ada kelebihan yang kau rindukan selain mati. Karena hidup tidak akan sempurna tanpa mati. Dua sisi itu memang melekat seperti mata uang. Kau tinggal membaliknnya dan kau temukan dunia baru. Kau datang dan saatnya pergi. Kau sungguh berani memutuskan mati. Dan aku berani, karena hidup tidak perlu keberanian, hidup hanya perlu dijalani. Tapi aku berani menjemput matiku dan menghilangkan semua ketakutanku akan mati. Hidup adalah sementara dan mati adalah keabadian. Semua yang telah meninggalkan kita abadi sepanjang masa. Bahkan berabad-abad lamanya. Bagaimana jasadmu tak perlu cemas, karena itu bukan lagi tugasmu. Cukup mati, kau tinggalkan jasadmu yang kusam dan masa lalumu yang silam. Orang yang masih hidup akan mengurusnya, mungkin menguburnya, membakarnya atau memasukannya kedalam peti. Sama saja. Jasad itu akan membusuk dan habis perlahan-lahan. Sedangkan jiwamu kekal menuju ke haribaan. Ruhmu akan terbang dan melambaikan tangan meninggalkan tubuhmu yang hina dan nista penuh noda. Mati sungguh nikmat, seperti menyesapi sisa minuman yang kau suka terasa sekali di lidah. Namun tercekat di tenggorokan. Sedangkan mati rasanya seperti sekujur tubuh, dan semua organ dalam tubuhmu merasakan nikmat seperti tersengat. Secepat kilat jika kau menghitung waktu melepaskan raga. Dan kau tidak perlu berbusana karena mati adalah mati. Tidak ada lagi yang terkait dengan urusan dunia. Dunia penuh kepalsuan dan kemunafikan. Semua hal bisa direkayasa, dan kepentingan bisa dimanipulasi menjadi keinginan. Sedangkan mati tidak perlu bersusah payah. Tinggal mengakhiri hidup. Tubuhku mulai menukik tajam dan darahku seperti terangkat ke atas. Ubun-ubunku terbalik dan aku merasakan pusing. Tapi bukan lantaran memikirkan hutang dan krisis ekonomi yang mengkhawatirkan, aku hanya sedikit merasa pusing karena kepalaku berada di bawah. Sehingga tidak ada yang merasa selalu di atas, bahkan kepalaku sekarang berada di bawah. Kepala negara selalu ingin menjadi kepala, kepala perusahaan tidak mau menjadi kaki. Tapi kepalaku berada di bawah seperti kaki. Dunia terbalik dan kepalaku ikut terbalik. Aku senang. Aku tidak menyombongkan diri dengan mendongak kepala, tapi aku bersujud terlampau menunduk sehingga seperti menjungkir balik. Aku siap menerima ajalku. Aku rela mati. Ini adalah keinginan terbesarku. Biarkan maut merengkuh jiwaku, biarkan ini menjadi akhir dari sebuah masaku. Waktuku telah habis dan aku menghabiskannya dengan penuh selera. Kepalaku membentur aspal. Darah seperti memuntahkan. Aku tidak merasakan sakit. Pandangan mataku memudar. Seketika seluruh penglihatanku gelap. Aku tidak sadarkan diri. Lebih tepatnya mati. Good bye

You May Also Like

0 komentar