Long Distance Relain-ship

by - 15.38

Sebut saja Supri, dia sangat mencintai Ningsih. Setelah dua tahun berpacaran rupanya kantor menugaskan dinas keluar negeri ke Jepang. Ningsih mendengar kabar itu dengan senang bercampur sedih. Senang, karena akhirnya Supri mendapat promosi jabatan dan naik secara finansial. Tapi, dia juga sedih karena harus berpisah jauh dengan Supri.
Supri akan menjalani long distance relationship dengan Ningsih. Hal itu berarti Supri harus mempersiapkan hati sekuat baja dan kesabaran setebal tembok Cina.
“Ningsih, aku akan pergi jauh.”
“Iya, Bang. Aku juga tak sanggup melepasmu pergi.”
Kemudian mereka berpelukan sangat erat di bandara, kayak biskuit oreo. Ningsih yang ke mana-mana selalu diantar dan dijemput oleh Supri merasa kehilangan tukang ojek langganan. Supri dengan jaket kulit hitam yang sudah mengelupas, pun harus menghadapi kenyataan ini.
“Ningsih, ini jaket abang satu-satunya. Simpan ya layaknya hati abang.”
“Berarti hati abang udah jelek, dong.”
“Nggak apa-apa, jelek-jelek sayangnya sepenuh hati.”
Ningsih tersipu malu sambil menggerak-gerakkan ekornya. Ekor matanya. Ningsih yang suka menghangatkan Supri selama ini pun tak mau kalah memberikan cinderamata. Belum sempat Supri menarik napas, Ningsih mendekapnya. Kemudian kedua tanganya menyusup ke balik bajunya. Menyentuh punggungnya.
“Ini akan menghangatkanmu di perjalanan.”
“Terima kasih, Ningsih.”
Ningsih masih mengusap-usap punggung Supri untuk kali terakhir. Semakin lama dekapan pun semakin erat.
“Rasanya, kini jadi panas ya, Ningsih.”
“Iya, Bang.”
Hidung Supri mulai menghidu aroma ganjil dan terlihat tak nyaman. Dia meregangkan pelukan Ningsih.
“Abang malu ya, dilihatin banyak orang di bandara seperti ini.”
“Bukan, pelukan kamu biasanya hangat. Sekarang terasa panas membakar kulitku.”
“Iya, bang biar awet selama di jalan.”
“Emang, kamu pake apa, Ningsih?”
“Balsem hot, Bang.”
“Cukup, Ningsih.”
Mereka kemudian berdiri saling berhadapan. Di bandara, ruang tunggu. Mereka seakan ingin membekukan waktu. Detik jam terasa begitu cepat seperti kilatan pesawat jet.
“Semoga pesawatnya delay,” ucap Supri dalam hati.
Ada keheningan tercipta. Ningsih menyentuh pipi Supri dengan lembut. Mata Supri berkaca-kaca. Bening Kristal itu tak sanggup dibendungnya.
“Kamu jangan bersedih meninggalkanku, Supri.”
Supri masih terisak. Bulir bening itu akhirnya menetes. Getir itu tergambar jelas di raut  wajah Supri. Ningsih semakin lembut mengusap pipi Supri.
“Abang harus kuat, ya.”
Supri mengangkat dagu. Disedotnya cairan bening yang mulai menggumpal di lobang hidungnya.
“Panas, Ningsih. Tanganmu bekas balsam panas!”
“oh… oh, maaf, Bang.”
Supri pun mengusap sisa air mata dengan lengannya. Lalu lalang orang di ruang tunggu semakin sepi. Satu per satu masuk ke dalam pesawat. Ini adalah momen mengharukan melapaskan pergi seseorang yang begitu dicintai.
“Abang jangan lupa ngabarin aku, ya.”
Supri hanya menggangguk lemas.
“Ingat, Bang. Chat aku harus dibalas. Sudah cukup cintaku dulu pernah tak kau balas.”
Supri menggangguk cepat. Kemudian hening lagi. Tangan Ningsi menggenggam Supri, menggenapkan sela jemari dengan erat. Seolah jabatan tangan terakhir kalinya.
“Abang, boleh kau memenuhi permintaanku?”
“Apa saja, boleh untukmu Ningsih.”
“Aku mau ngupil, tapi tanganku bekas balsam. Bolehkah aku meminjam jarimu untuk mengupil?”
Supri langsung tari saman. Kemudian dia duduk di antara dua sujud cukup lama. Ningsih pun mengurungkan permintaan itu.
“Aku cuma minta kamu setia, Abang.”
“Baik, aku pegang janji dan amanat untuk setia kepadamu.
“Kita seperti adegan AADC di bandara ya.”
Supri hanya tersenyum simpul. Dia menunduk mengambil tiket dari tas yang diletakkan di lantai. Akan tetapi, seperti geluduk di pematang sawah dan menyambar tiang listrik kemudian roboh menimpa warung di pinggir jalan, ternyata Supri sedang makan mie goreng di warung itu. Dia kaget bukan kepalang matanya tertuju pada jari manis Ningsih. Jari itu sudah tak lagi dilingkari cincin pemberian Supri. Melainkan cincin lain.

Supri sedih berlinang air mata. (lanjutkan ending cerita ini versi kamu dalam kolom komentar)

*kisah Supri dan Ningsih ada di buku #Relationshit Alitt Susanto

You May Also Like

15 komentar

  1. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  2. Supri sedih berlinang air mata, ternyata cicin yang dulu dia berikan ke Ningsih telah tiada.
    Hati supri sakit dan air matanya tak bisa terbendungkan lagi membuat seisi bandara hanyut ke kali ciliwung
    "Kenapa ?"
    "Kenapa ?!" Tanya supri dalam hati sambil mengambil steples dalam tas ranselnya. Supri berniat bunuh diri
    "Jangan Supri, Jangan, ini hanya hadiah Chiky" Kata Ningsih menenangkan

    BalasHapus
  3. Ingin rasanya segera menarik kasar cincin yang berada di jari ningsih, tapi ada daya tangannya masi belepotan akibat makan mie goreng pake tangan .
    Kembali supri berlinangkan air mata tapi kali ini karna ia tak sengaja mengusap tangan bekas makan ke matanya dan " aaaaaaaaahhhhhhh ningsih "
    "Kenapa mas?" ningsih jadi heran tak karuan sambil megap megap .
    "Mataku ningsih, matakuuuuuu"
    "Kenapa mas? mata mas copot?" dengan polosnya ningsih bertanya
    "Kalau ga cinta sudah kumakan upilmu yang dulu, mataku pedih ning tadi ga sengaja ngusap mata abis makan, tiupin cayaaang " .
    Ternyata oh ternyata supri ini alay pemirsa .
    "Cini cayang, gapapa mata kamu pedih yang penting akhir cinta kita jangan pedih ya "
    "Co cweeet " .
    Dan pasangan ini pun langsung menikah saat itu juga setelah insiden mie goreng . '
    THE END :D

    BalasHapus
  4. Supri berusaha untuk tetap tegar. Ia tak ingin merusak suasana hangat yang sedang ia rasakan bersama Ningsih. Tak lupa ia berpikir positif bisa saja jari manis Ningsih tertukar dengan jari manis milik emaknya.
    "Aku berangkat dulu ya. Aku enggak sanggup lagi menanggung beban ini..."
    "Jadi, Abang anggap Ningsih cuma sebagai beban?!"
    "Bukan, bukan itu maksudku. Abang tak sanggup lagi memikul koper dan laptop di punggung Abang lebih lama lagi"
    Ningsih tak membalas kata-kata Supri, hanya senyum kecut yang ia hadiahkan sebagai kado perpisahan kepada Supri sebelum terbang ke Jepang".
    Supri dan Ningsih masih bimbang untuk melanjutkan hubungan mereka ke jenjang yang lebih ekstrem, hubungan yang lebih akrab disebut long distance relationship.
    Sesampainya di Bandara Narita, Supri teringat pesan Ningsih untuk memberinya kabar. Supri sontak mengeluarkan iPhone 6 pemberian perusahaan di tempat Supri bekerja. Supri menggunakan Wi-Fi bandara agar lebih hemat pulsa.
    "Aku baru aja mendarat di bandara Narita, aku kabari lagi kalau udah sampai di penginapan" Begitu pesan singkat Supri kepada Ningsih.
    Sudah lebih dari 12 jam sejak Supri mengirim pesan singkat tersebut, namun hanya dibaca oleh Ningsih tanpa dibalas satu kata pun. Hal itu membuat Supri makin gundah gulana bagai cacing kepanasan yang disulut obat nyamuk bakar.
    Jarum jam menunjukkan pukul 23.55 waktu Tokyo, Supri hendak tidur di penginapan yang sudah disediakan oleh pihak perusahaan. Rasa kantuk bercampur khawatir dan curiga masih menyelimuti batinnya.
    "Apa mungkin Ningsih punya ojek langganan lain, eh?" "Atau jangan-jangan dia... Agrh!" Batin Supri tercampur aduk oleh pikiran nyeleneh yang entah datang dari mana.
    Supri sedang dalam posisi khusyuk hendak melaksanakan ritual tidur malam pertama di negeri sakura. Kurang dari setengah detik ia memejamkan mata, iPhone 6 miliknya berbunyi sangat lantang, ia lupa mengatur volume nada dering gawai barunya itu.
    "Nyalain laptop Abang sekarang! Aku udah enggak sanggup lagi ungkapin ini semua"
    Supri buru-buru menghidupkan laptopnya dan membuka akun sosial media miliknya sambil menunggu perintah selanjutnya dari Ningsih.
    Betapa kaget Supri ketika Ningsih tiba-tiba mengirimkan sebuah video misterius. Isi kepala Supri kocar kacir khawatir itu adalah video perpisahan Ningsih untuk dirinya.
    Supri nekat menjalankan video amatir buatan Ningsih tersebut, pesan Ningsih:
    "Bang Supri yang kusayang, ini video permohonan maaf sekaligus ucapan selamat aku untuk Abang,"
    "Cincin yang melingkar di jari manisku hari ini adalah cincin pemberian Emak beberapa tahun lalu, cincin pemberian Abang sengaja Ningsih simpan untuk hari ini saja,"
    "Ningsih sengaja bikin Abang marah untuk mengukur seberapa cinta Abang ke Ningsih,"
    "Ningsih minta maaf bikin Abang marah hari ini. Ningsih juga minta maaf udah bikin tas Abang tambah berat, karena Ningsih udah nyelundupin sesuatu ke dalam tas itu,"
    "Jaga diri Abang ya di sana, jangan lupa ngabarin aku, ya,"
    "Selamat ulang tahun Bang Supri Sayang"

    Supri nampak berkaca-kaca, kemudian ia membuka tas dan melihat sebuah kado berukuran jumbo. Kado tersebut berisi buku-buku pelajaran bahasa Jepang dan jaket musim dingin lengkap dengan syal. Air matanya pun kian tak terbendung ketika ia mengucapkan rasa terima kasih kepada Ningsih melalui panggilan telepon.

    ~Tamat~

    BalasHapus
  5. perasaan Supri terasa terkoyak melihat kenyataan yang ada, hatinya hancur lebur bak butiran debu gunung merapi yang melayang jauh di udara dan seketika terhempas di tanah basah..

    “padahal aku bekerja untuk masa depan kita. tapi ternyata..” supri mengembuskan napas keras-keras hingga tersedak napasnya sendiri. bermaksud terdengar menyedihkan, tapi sedetik kemudian ia ingin ingkari. semenit kemudian ia sesali. satu jam kemudian ia tertidur..

    “maaf” sebuah kata lirih terdengar dari bibir mungil Ningsih. Tapi rupanya tak cukup untuk menghapus jejak duka di hati Supri. Matanya terlalu berat untuk menatap pemilik separuh jiwanya, hanya separuh. karena separuhnya lagi masih belum lunas..

    “baiklah. akan kucari bahagiaku sendiri” supri telah memutuskan untuk tidak memaksakan perasaannya. karena ia sendiri tidak bisa memaksa, hanya bisa dipaksa untuk menjalani takdirnya...

    @mila_reski

    BalasHapus
  6. "Halo ningsih?"
    "Bukan ini emak. iyalah ningsih bang , kenapa sudah lihat kadonya? suka?"
    "Jujur suka, tapi apa kamu tau ningsih ongkos bagasiku jadi betambah drastis? tapi tak apalah tak usah difikirkan, btw kenapa kamu ga bales sms abang ? tanyanya sambil menggaruk badannya memakai sikat wc .
    "Pulsaku abis bang, tadi mama sms minta pulsa, aku kirim deh, ternyata aku kena tipu bang bukan mamaku itu " .
    "Ah kamu baru kutinggal sebentar sudah gampang ditipu orang "
    "Bukan bang dengar dulu, ini memang mama, mama hasil dari perkawinan ayahku yang ketiga yang kuceritakan dulu loh, kamu lupa bang?! tega kamu baru sebentar pergi sudah melupakan semuanya, upil kita, mamaku, ayahku yang ada 3 giginya tinggal 2, aku minta putus bang!!! "
    "Jangan dong ningsih aku masi sayang sama kamu, masa kamu tega"
    "Putusin dulu telfonnya bang ningsih kebelet pipis "
    *tuttuttut* telfon pun dimatikan . hahahaha

    BalasHapus
  7. Supri sedih berlinang air mata. Perasaan hancur bercampur rasa kesal bersatu padu memantak di sekujur sudut hatinya. Sekuat tenaga Supri mencoba menyembunyikan perasaannya. Namun gagal. Air matanya tak dapat tertahankan, meluncur perlahan bersamaan dengan cairan kuning yang keluar dari dalam hidungnya. Dengan langkah ragu, Supri mencoba menghampiri Ningsih untuk menanyakan perihal cincin pemberiannya.
    “Srek.. Srek.. Srek.” Terdengar suara bising langkah kaki Supri yang terseok-seok saat menghampiri Ningrum yang posisinya tak jauh dari tempatnya berdiri.
    Ningsih yang saat itu tidak mengetahui bahwa Supri berniat menghampirinya, tidak memperdulikan suara tersebut. Namun tiba-tiba langkah Supri terhenti ketika ia melihat sesosok laki-laki tinggi besar, berkulit mulus semulus kulit sapi, datang menghampiri Ningsih. Senyum laki-laki itu merekah menampakkan gigi gingsulnya. Jantung Supri seperti berhenti berdetak ketika menyaksikan bibir laki-laki itu mendarat lembut di kening Ningsih.
    “Ningsih?!!” gertak Supri sambil merobek tiket miliknya hingga hancur tak bersisa seperti hatinya. Ningsih dan laki-laki itu menatap Supri dengan raut wajah kaget.
    “Sup... Sup... Sup.”
    “Kamu siapa?!” tanya Supri dengan nada tinggi.
    “Aku tunangan Ningsih.” jawab laki-laki itu dengan nada lempeng, disusul anggukan kepala Ningsih menandakan suatu kebenaran.
    “JADI SELAMA INI?” suara Supri semakin meninggi, ia tidak mempedulikan keadaan di sekitarnya yang saat itu memang sudah sepi.
    “Maafkan aku Supri. Hati ini sudah tak sanggup menetap seiring rencana kepergianmu, aku lebih memilih menghabiskan waktuku untuk mencintai seseorang yang benar-benar nyata adanya.”
    “Ta...tapi?” suara Supri mulai terbata-bata, tubuhnya kini seperti luluh lantak mendengar ucapan Ningsih.
    “Maafkan aku.” ucap Ningsih tanpa rasa bersalah sambil melemparkan cincin pemberian Supri, lalu berlalu meninggalkan Supri yang masih tertunduk lemas.
    Suasana saat itu terlihat sangat mencekam. Petir menyambar bersaut-sautan bersamaan dengan kesedihan Supri yang tak dapat tertahankan. Supri benar-benar tak menduga ternyata Ningsih tega menghianatinya.
    Supri benar-benar sudah tidak tau harus berbuat seperti apa. Perasaannya semakin kalut, sesaat setelah menyadari kalau Supri tidak bisa berangkat ke jepang karena tiketnya sudah hancur tak tersisa.
    “Ini semua gara-gara Ningsih.” gerutu Supri dalam hati sambil memungut kepingan tiket itu, kemudian berlalu pergi, meninggalkan kenangan yang tak akan pernah tersimpan rapi di dalam hati.

    BalasHapus
  8. Seketika tubuh supri lemas, seperti habis minum oplosan. Dengan tanpa meminta izin kepada Ningsih, Supri melepas genggaman mereka dengan cepat. Supri ingin sekali menanyakan tentang cincin itu, tapi panggilan memasuki pesawat sudah berkoar kencang.
    "Ningsih, aku pamit. Tatap mata ku, tatap tataaaappp" pinta Supri memaksa dengan mata merah melotot.
    "Iya bang, iya iya. Ada apa?" Jawab Ningsih.
    Karena diselimuti rasa penasaran, Supri mengindahkan suara panggilan petugas bandara yg menyegerakan untuk naik ke pesawat. Supri memberanikan diri bertanya kepada Ningsih.
    "Cincin itu? Kemana cincin yg ku berikan padamu?" Tanya Supri kembali. Kali ini dengan nada tinggi. Kira-kira sampai 8 oktaf.
    "I...i...in...ini.." jawab Ningsih terbata.
    "Katakan Ningsih, KATAKAN!"
    "Ningsih malu bang" Ningsih mulai tersedu.
    "Kenapa harus malu? Kamu pakai celana kan? Pakai baju kan?"
    "Iya bang"
    "Lantas, kenapa kamu malu? Kembali Supri bertanya. Dan pasti sebentar lagi Ningsih juga menjawab.
    "Ningsih memang pakai baju dan celana, tapi Ningsih malu. Abang masih pakai helm. Kaya tukang ojek masuk bandara. Dilihatin banyak orang" jawab Ningsih tersipu.
    "Ohhh iya abang lupa. Maafkan abang. Lalu, soal cincin itu?" Supri lalu melepas helm full face bermotif hello kitty yg ternyata masih tertempel dari parkiran tadi.
    "Cincin abang ada dirumah. Itu mehong (baca : mahal) bang. Sayang kalau dipakai. Dan takut hilang. Sedangkan ini cincin Ningsih dapet dari chiki yg Ningsih beli semalam di Bu Juju bang"
    "Ahhh kamu so sweet sekali. Abang fikir, kamu sudah tak lagi mencintaiku" Haru Supri.
    "Tidak bang, aku tetap mencintaimu. Kamu hati-hati disana ya bang. Sudah bang, itu petugas gate nya udah melambai-lambai kaya nyiur dipantai"
    "Iya Ningsih, jaga dirimu baik-baik"
    Supri berpamitan dengan Ningsih. Dikecupnya kening Ningsih pertanda perpisahan. Tak lupa, diciumnya tangan ningsih bak pangeran yang mencium tangan putri nya. Supri tersentak, ketika dia merasakan panas dibibirnya. Oh iya, tangan Ningsih masih berasa bekas balsem. Denga bibir jontor karena kepanasan balsem, Supri beranjak pergi. Langkahnya pelan, seakan enggan meninggalkan Ningsih sendiri. Supri pun sudah memasuki pesawat. Tapi dengan setia, Ningsih masih menunggu disana hingga pesawat itu benar-benar melayang ke udara. Dalam hatinya, ia masih belum percaya bahwa orang yg ia cintai benar-benar pergi. Namun ia yakin, kalau Supri pergi dan pasti untuk kembali. Jarak yg jauh tak masalah. Karena ada tekhnologi canggih. Pesawat Supri sudah terbang. Ningsih masih berdiri ditempat yang sama. Ternyata sedari tadi Ningaih berdiri disana bukan karena setia menunggu Supri terbang. Melainkan, ia bingung lewat mana jalan untuk pulang.

    BalasHapus
  9. Ningsih menyadari perubahan raut wajah Supri yang tadinya

    datar enjadi pucat pasi. Tergambar jelas garis kekecewaan

    di wajah Supri, sama persis seperti garis wajah Supri ketika

    mereka putus dahulu. Tubuh Ningsih mendadak menggigil,

    keringat dingin terus merayapi setiap inchi tubuhnya yang

    mungil.
    "Abang..K..Kenapa?" ucap Ningsih takut-taku dengan suara

    gemetar yang nyaris tak terdengar oleh telinga umat

    manusia manapun.
    "Kamu keterlaluan Ningsih!" Supri kemudian membalikan

    badan memunggungi kekasihnya.
    "Cinciku saja kamu buang di hari perpisahan!" tambah Supri

    dengan suara meninggi.
    "A..Aku bisa jelasin Bang"
    Namun apa daya, Supri kalut dalam kesedihan. Langkahnya

    tak sedikitpun berhenti oleh raungan Ningsih yang dalam

    dan sedih.
    Kini Supri adalah seonggok daging yang sendiri di kursi

    pesawat. Deru mesin pesawat terus menghujam ulu hatinya

    yang remuk akan penghianatan. Dipandanginya hamparan

    mega yang seolah mengejek kesendiriannya dari balik

    kaca. Sungguh, tak ada yang perlu dijelaskan.
    Di sudut lain, Ningsih masih terduduk membisu di lantai

    bandara berkeramikputih. Air matanya teruss menetes

    seiring kenangan-kenangan bersama Supri yang terus

    berputar-putar dalam pikirannya. Tangannya terus

    memegang erat cincin perak bermata biru pemberian Supri

    yang Ia kenakan sebagai bandul di kalungnya.

    BalasHapus
  10. supri pun berlinang air mata, tak sanggup lagi melihat apa yang baru saja di lihat oleh nya. dia langsung melepaskan genggamannya dari tangannya yang erat dan panas karena balsem itu.

    satu,dua hari pun berlanjut tapi supri tidak chat ningsih. akhir nya ningsih nge chat supri.
    "supri kamu kemana aja?? aku kangen?" send 08.15
    "mulai sekarang ga udah kangen lagi" 15.30
    "ha?kenapa?kamu bercanda ya?"
    "coba sekarang fotoin jari kamu yang ada 10 itu"
    picture send
    "udah supri sayang.."
    "GA USAH SAYANG SAYANG MAKAN TUH SETIA"
    "kamu kenapa?"perasaan ningsih mulai tidak karuan
    "MANA CINCIN KITA?"
     
    ningsih bingung membalasnya. akhirnya dia ketauan juga, dia selingkuh..
    "aku bisa jelasin bang... sabar"
    "APA YG HARUS DI JELASIN LAGI SEMUANYA UDAH JELAS."
    "maaf bang lagi ga aku pake.."alesan klise
    "jan bohong kamu.. pas di bandara saja itu cincin bukan pemberian dari aku! lebih baik kamu jujur"

    ningsih hanya membacanya dia tak sanggup membalasnya karena dia takut.

    "aku sudah di jodohkan bang.."
    "sama siapa?"ujar supri dengan kagetnya
    "pilihan mama aku, dia gamau aku sama kamu berhubungan lagi soalnya katanya hubungan jarak jauh ujung2nya putus juga, makanya dia milih kim buat jadi pacar aku.."
    "siapa kim?"
    "temennya mama ku di jepang sana.. maaf aku bang.."
    "bener kata kamu hati aku udah ga layak dan ternyata kamu yang mainin aku aku ga kuat, kita putus"

    rama

    BalasHapus
  11. Setelah putus dari ningsih, supri merasa hidupnya tak sama lagi, makan nasi tak enak padahal biasanya itu makanan faforitnya, makan batu pun tak enak . apa salahku maaak???
    Supri pun jalan keluar sebentar untuk menghilangkan penat yang ada di dada ini, tak habis pikir segini sajakah pengorbanan ningsih ntuk diriku?
    Di jalan aku menemukan seekor burung, ternyata aku salah ternyata 2 burung, burung aja punya pasangan lah aku?! ah! *ambil golok potong leher, leher burung ya bukan leherku*
    Ya burung itu kini sendiri, kesepian, jomblo seperti aku .

    BalasHapus
  12. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  13. Dia kaget bukan kepalang matanya tertuju pada jari manis Ningsih. Jari itu sudah tak lagi dilingkari cincin pemberian Supri. Melainkan cincin lain. Lalu Supri bertanya dengan nada tinggi, nggak tinggi-tinggi amat ding,"Ningsih, dimana cincin yang aku beri ke kamu? Kenapa kamu tidak pakai cincin ini?"
    "Ouuuh", Ningsih terkejut dan memekik.
    "JAWAB!", Supri tidak sabar
    "Aaaaarrrgggh aaah aaaaah", Lama kelamaan jeritan Ningsih berubah menjadi desahan. Syahdu,
    "Ningsih, tolong jangan masturbasi disini, ini bandara" ujar Supri mengingatkan. Supri tidak habis pikir mengapa otak pacarnya bisa sedemikian tipis, seperti pembalut.
    "Oh maaf bang" Ningsih mengambil mukena. Shalat taubat.
    Sekembalinya dari shalat, Ningsih menjelaskan dengan terbata-bata, "Sebenarnya, em sebenarnya ... Aku nggak begitu suka sama cincin pemberian abang" katanya sambil menunduk. Terlalu menunduk hingga dagunya menyentuh tanah,
    "Kenapa?", jawab Supri kaget.
    "Karena cincin pemberian abang warna hitam dengan simbol tengkorak. Persis cincin pemuja setan", desis Ningsih.
    Supri tak kuasa menahan tangisnya, ia bingung mengapa kekasihnya baru jujur sekarang. Ningsih menyeka air mata kekasihnya. Tapi air mata itu terus mengalir hingga airnya mampu mengairi sawah-sawah penduduk.
    "Selain itu, aku lebih mencintai Bang Prapto, tetangga baruku", tambah Ningsih.
    Supri kembali menangis sejadi-jadinya, hatinya begitu remuk mirip mie kremes yang diremas bocah-bocah dengan gemas.
    "Bang, kenapa abang diam saja? Kenapa terus menangis? Mengapaaa?", Ningsih mencecar banyak pertanyaan.
    (hening)
    "Baiklah Ningsih, abang ingin jujur, sebenarnya abang memang pemuja setan dan mengikuti sekte seks bebas", jawab Supri mantab.
    Ningsih kaget bukan kepalang, jika benar kekasihnya mengikuti sekte seks bebas mengapa sampai hari ini Supri belum pernah berkembang biak dengan dirinya?
    Supri menjawab segala pertanyaan Ningsih seperti memiliki kemampuan telepati sinyal 4G.
    "Seks bebasnya dengan sesama jenis kok, Ningsih. Ya sama Praptomu itu. Dasar kampret, pendusta, padahal dia sudah janji setia sama aku. Kan aku ke Jepang juga sekalian mau operasi kelamin"
    Ningsih begitu terhenyak mendengar hal itu. Dia mendadak tidak sadarkan diri. Untuk mendapat perawatan darurat maka ia segera dilarikan ke lapangan voli.

    "Ternyata ada yang lebih jauh dari jarak yang memisah, yaitu orientasi seksual. Loooong looooong distance relain-aja-udah"

    TAMAT

    BalasHapus
  14. bang pengumuman pemenangnya kapan?

    BalasHapus