feeling sorry

by - 11.36


Aku terbangun, merasakan kehidupan baru. Sang mentari mengintip dari balik tirai sambil tersenyum hangat. Sebelum semalam mati lampu dan dua cahaya besar menyorot ke arahku. Gerimis turun dan aku hampir tertabrak di tengah jalan jika aku tak segera menepi. Kemudian malam seakan jalan melambat karena hujan bertahan lama. Tapi itu telah terlewati dan semua telah berakhir. Jadi, tidak perlu khawatir. Karena segala macam ketakutan dan kekhawatirkan itu hanya akan mempengaruhi. Bagaimana pun itu. Sadari saja kelilingmu sebagai sebuah hal yang menarik. Hidup begitu kompleks dan tidak cukup dengan teori. Kenyataan yang terjadi menuntutku untuk bertindak. Tapi perasaanku berubah, karena mungkin aku tidak menemukan cara untuk mendamaikan hatiku, seketika jendela seperti jeruji besi dan aku hanya bisa menatap keluar dengan tangan menggenggam. Begitu beratnya menghapus kesalahan, memaafkan bahkan untuk mengampuni. Sampai kau menginginkanku mati dengan segera dan tidak pernah kau temui lagi aku yang sama. Aku ingin lenyap saja seperti pil yang tertelan kemudian terurai dan larut. Aku tidak tahu mengapa harus seperti itu. Tapi kau memaksaku berpikir, tak ada lagi mentari pagi yang menyapa dengan ceria hati. Karena mendung menyelimuti dan kau merasa sebal karena tak bisa mengabadikan langit yang cerah. Kesalahan selalu tak bisa dihindari dan menyebabkan keadaan semakin memburuk. Aku telah menyulutkan api dalam matamu dan kau boleh membenciku karena satu hal. Aku tidak berarti apa-apa, seperti salah satu tokoh dalam novel yang harus dimatikan. Dengan kesadaranku aku benar-benar mengakui salah dan menerima takdir apa pun setelahnya. Tidak ada yang bisa memaksaku bertahan lagi. Karena apa yang kuyakini barangkali hanya omong kosong saja. Tak ada yang menarik, karena aku hanya setitik noda noda dalam kain putih yang panjang. Adaku hanya menodaimu. Tak ada yang begitu berharga dan berarti jika aku hanya menjadi masalah bagimu. Hapus saja, kau cukup menggoreskan sekali saja. Maka namaku akan terhapus dalam otakmu tanpa perlu amnesia. Aku baru mengetahui karena sebenarnya banyak yang tidak kuketahui, termasuk kenyataanku nanti. Ketika hanyalah harapan kosong tanpa cerita. Padahal aku telah berterus terang dan membuka hatiku. Tapi langit memang mendung, dan hujan akan selalu turun tanpa diduga. Perubahan itu menimbulkan keresahan dalam batinku. Dimana pun kau berada, saat kau berpikir. Mungkin tidak akan pernah terlintas lagi namaku, bahkan untuk menyebutkan dalam hati terasa enggan. Ternyata lebih mudah untuk menjauh dan pergi karena kau menginginkannya. Saat kau hujamkan pipiku dengan genggaman tanganmu sekalipun, tak ada ampun lagi. Ketika tidak ada cara lagi untuk bisa mengampuniku. Aku tidak akan berkeinginan lagi setelah kutahu langit masih mendung dan tirai yang kubuka membawa angin dingin membekap kulitku. Aku akan mengunci pintu dan melipat tubuhku seperti bayi dan kau tidak perlu lagi tahu apa yang terjadi. Karena lampu telah kumatikan dan kau tidak akan kuhiraukan saat memanggil-manggil dan mengetuk pintu. Disini, dalam kamar gelap kosong yang sempit aku bersaksi atas diriku sendiri. Cerita dalam hidupku seperti tidak menemukan ending dan aku harus menyelesaikan sendiri. Aku hanya minta maaf. Karena hanya kata itu yang kubutuhkan. Setelah cinta dan dendam meninggalkanku pergi. Baru saja aku bercerita dengan setengah nyawa dan aku merasakan sedikit tenang karena kau seakan menginginkan hal itu. Namun dalan hitungan detik semua berubah menjadi sendu dan tak kutemukan senyumku yang dulu. Kau benar-benar tidak menginginkanku lagi. Aku tidak akan mencurahkannya lagi pada siapa pun. Termasuk kau karena kau hempaskan begitu saja kepercayaanku untuk membuka hati. Biarlah ini menjadi hal yang mungkin tersimpan atau terbuang percuma. Demikianlah adanya perahu kertas yang terbuat pun harus berlayar mengarungi arus deras sungai yang membawanya pergi. Perasaan diciptakan untuk dibiarkan berada tanpa tahu kapan akan pergi.

You May Also Like

0 komentar