twist of the life line

by - 11.53


Tidak ada yang menyangka hal yang buruk terjadi, terasa begitu cepat dan mengejutkan. Seandainya kita punya kekuatan mengembalikan waktu mungkin kita tidak akan pernah mengalaminya. Apakah sebenarnya yang diinginkan seseorang dalam mencari kesejatian, apakah menemukan dimana tempatnya kembali? Atau menemukan tujuan hidupnya? Apakah sebenarnya manusia tidak punya tujuan?
Setelah sekian lama aku mencari jawaban itu, akhirnya kutemukan juga. Dulu aku diliputi gelisah karena pertanyaan itu, kini setelah jawaban kudapatkan aku malah semakin gelisah. Apakah manusia pada dasarnya diliputi kegelisahan. Ketika sebuah jawaban hanya akan melahirkan pertanyaan baru. Dan kita tidak pernah berhenti untuk mencari dan menemukan jawaban.
Aku mencari jawaban atas takdir?
Sesuatu yang sebenarnya ragu untuk kutanyakan dan kucari tahu, namun kegelisahan ini membuatku bertanya2 dan apakah salah jika aku bertanya.
Dan aku menemukan takdir Umuri, yaitu takdir yang diberlakukan atas manusia pada awal penciptaannya ketika pembentukan air sperma (usia empat bulan) dan bersifat umum. Takdir ini mencakup rizki, ajal, kebahagiaan, dan kesengsaraan. Hal ini didasarkan sabda Rasulullah saw. berikut ini.
“…Kemudian Allah mengutus seorang malaikat yang diperintahkan untuk meniupkan ruhnya dan mencatat empat perkara: rizki, ajal, sengsara, atau bahagia….” (HR. Bukhari)
Jika aku ingin mengetahui takdirku, aku harus bertemu malaikat. Dan aku tidak mungkin bertemu dengannya karena semua yang terjadi dalam hidupku saat ini, yang telah lalu atau di masa depan telah tertulis dalam sebuah kita yang nyata, yang aku sebut sebagai kitab rahasia (catatan hidup) dimana semua jalan cerita hidupku tertuang disitu.
Namun takdir yang tertulis tersebut dinamakan takdir Azali (umum)
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul-Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” [QS. Al-Hadiid (57): 22]
“Allah-lah yang telah menuliskan takdir segala makhluk sejak lima puluh ribu tahun sebelum diciptakan langit dan bumi. Beliau bersabda, ‘Dan ‘Arsy-Nya berada di atas air.” (HR. Muslim)
Sehingga aku bertanya-tanya, bagaimana konflik dalam hidupku, apakah aku termasuk tokoh yang baik, atau antagonis. Banyak pertanyaan yang timbul kemudian, tapi yang paling ingin kutahu adalah apakah takdir yang telah tertulis itu bisa berubah.
Tapi aku belum menemukannya. Karena aku masih berkeyakinan jika Allah mengizinkan segalanya bisa terjadi dengan kehendak-Nya. Walaupun aku sempat membaca buku “Mengubah takdir dengan do’a” pada saat aku masih duduk di bangku SMP. Namun buku itu tidak pernah kutemukan kembali. Aku akan mencarinya.
Namun aku mulai mendapat harapan itu kembali, harapan yang membuatku bertahan pada keyakinanku saat ini, aku menemukan takdir samawi, yaitu takdir yang dicatat pada malam Lailatul Qadar setiap tahun. Artinya jika aku mendapatkan malam itu, aku telah merevisi catatan takdirku, semoga saja. Karena berdasarkan dalil.
“Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” [QS. Ad-Dukhaan (44): 4-5]
Ahli tafsir menyebutkan bahwa pada malam itu dicatat dan ditulis semua yang akan terjadi dalam setahun, mulai dari kebaikan, keburukan, rizki, ajal, dan lain-lain yang berkaitan dengan peristiwa dan kejadian dalam setahun. Hal ini sebelumnya telah dicatat pada Lauh Mahfudz.
Walaupun aku tidak pernah membuka kitab itu (Lauhul Mahfudz) melihatnya ataupun membacanya. Tapi aku akan berusaha menuliskan catatan itu dengan do’aku. Karena tidak ada bisa kulakukan setelah berusaha dengan sekuat tenaga kecuali do’a, bukankah manusia berencana Tuhan pula yang menentukan, karena apa yang menurut kita baik belum tentu menurut ketetapan Allah baik. Sehingga baik buruk yang kita alami harus kita terima dengan ikhlas. Hal itu yang kita imani sebagai qadha dan qadar.
Adapun qadar secara etimologi berasal dari kata qaddara, yuqaddiru, taqdiiran yang berarti penentuan. Pengertian ini bisa kita lihat dalam ayat Allah berikut ini. “Dan dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya.” [QS. Fushshilat (41): 10]
Dari sudut terminologi, qadha adalah pengetahuan yang lampau, yang telah ditetapkan oleh Allah pada zaman azali. Adapun qadar adalah terjadinya suatu ciptaan yang sesuai dengan penetapan (qadha).
Mungkin aku terlalu berharap akan terjadi sesuatu yang indah pada waktu tertentu di masa depan, seperti harapan yang tersimpan untuk dibuka kembali. Namun keinginan yang besar selalu membuatku bertahan untuk meyakini hal itu seberapa kecil pun kemungkinanya. Apakah pernah terpikirkan sebuah rencana di masa depan akan terwujud bila kemungkinannya kecil. Bahkan terbilang mustahil. Aku tahu apa pun yang terjadi nanti tidaklah pernah terbayangkan, kalaupun saat ini aku punya prediksi serta ramalan, aku selalu berusaha menepis dan tidak memercayainya. Apa yang terjadi adalah apa yang kuyakini, bila terjadi hal lain berarti Tuhan punya rencana yang lain untukku. Aku selalu menyebutnya dengan ketetapan, sesuatu terjadi begitu saja dan tak pernah terbayangkan. Karena manusia tidak bisa menghendaki dengan mudahnya untuk terjadinya sesuatu. Kenyataan yang terjadi pada diriku bukanlah sebuah cerita, tapi aku selalu menganggap sebagai sebuah sejarah, sehingga aku berusaha untuk menorehkan tinta emas pada sejarahku. Namun hidup tidak bergantung pada cerita, dan aku tidak memiliki alasan apa pun untuk mengubah sejarah. Aku sadar yang kujalani saat ini tidaklah mudah, dan aku tidak boleh berubah pikiran. Memang untuk mencapai itu butuh kerja keras, rencana, konsesntrasi dan kesadaran penuh untuk mencapai target. Bila di tengah jalan aku harus mempertimbangkannya kembali atau terjadi sesuatu yang membuatku berubah pikiran, maka itu diluar kendaliku.
Aku yang terkait saat ini dari orang tua, teman-teman di sekelilingku, sahabat yang mendukungku, teman yang setia, guru yang bijak, kakak baik yang selalu menasehati, teman sekolah yang selalu menyemangatiku, tetangga yang selalu bercerita apa pun padaku, seseorang yang meminta tolong, penjual bakso yang memberiku uang kembalian, supir angkot yang menebarkan senyum, tukang ojek yang menawarkan tumpangan, tukang koran yang berteriak-teriak di tengah jalan. Apa pun itu saling berkaitan. Apa yang kualami, telah kulewati dan apa yang kupelajari, kupikirkan dan kubayangkan selalu membentuk perubahan yang alamiah. Pertemuan yang tidak terduga, perpisahan yang mengharukan, kehilangan yang menyedihkan, pertengkaran sengit, persaingan yang sportif, kinerja yang bagus, rapat yang membosankan, guru yang menyebalkan. Selalu ada cerita di balik rangkaian kehidupan manusia termasuk hidupku. Maka aku tidak mengarang cerita dalam hidupku untuk terjadi di masa depan, aku hanya bisa berusaha dan menjalani saat ini untuk mencapai dan merasakan sesuatu di masa depan. Tidak ada yang terjadi begitu saja kecuali, kebetulan atau keberuntungan. Karena kedua hal itu jarang sekali terjadi atau sekalipun terjadi kita tidak menyadarinya. Kadang kita merasa beruntung memiliki seseorang yang berarti dalam hidup kita, beruntung diterima di sekolah yang kita inginkan, kebetulan bertemu dengan teman lama di bahu jalan tanpa sengaja, kebetulan selamat dalam tragedi bencana kebakaran. Karena dua hal itu merupakan kehendak Tuhan. Karena apa pun yang terjadi pada diri kita adalah kehendak Allah. Apa pun itu. Suatu saat kita akan sadar dan merasakan betapa Allah sangat menyayangi kita. Aku bersyukur.
Kita tidak bisa menyalahi apa pun. Semua yang telah ditakdirkan terjadi maka terjadilah, seberapa berat ujian atau cobaan itu.
Sebagaimana dalam hadits
“Adam dan Musa berbantah-bantahan. Musa berkata, ‘Wahai, Adam, Anda adalah bapak kami yang telah mengecewakan dan mengeluarkan kami dari surga. Lalu Adam menjawab, ‘Kamu, wahai Musa yang telah dipilih Allah dengan Kalam-Nya dan menuliskan untkmu dengan Tangan-Nya, apakah kamu mencela kepadamu atas suatu perkara yang mana Allah telah menakdirkan kepadaku sebelum aku diciptakan empat puluh tahun?’ Maka Nabi bersabda, ‘Maka, Adam telah membantah Musa, Adam telah membantah Musa.’” (HR. Muslim)
Maka aku harus berusaha tidak menjadi sebab terjadinya akibat yang buruk, aku harus berusaha untuk takdirku menjadi penyebab terjadinya akibat yang baik di masa depan. Sebagaimana menabung maka akan kita rasakan hasilnya siapa yang menanam pasti dia yang menuai. Tidak ada nilai yang bagus jika kita tidak belajar, tidak ada kebakaran jika kita tidak bermain api. Maka ada aksi menimbulkan reaksi. Maka aku harus belajar menjadi kuat.
"Artinya : Seorang mu'min yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah dari pada seorang mu'min yang lemah, dalam segala kebaikan bersemangatlah (untuk mencapai) apa yang bermanfaat bagimu, mintalah pertolongan kepada Allah, jangan merasa lemah, apabila kamu tertimpa suatu (musibah) maka janganlah berkata ; Kalau saja aku melakukan begini maka hasilnya pasti begini, karena kata "kalau" akan membukakan perbuatan syetan".
Maka dengan demikian beriman kepada Qadar mengandung kedamaian jiwa dan hati dan hilangnya kegundahan karena kegagalan, serta hilangnya kekhawatiran untuk menghadapi masa depan. Allah berfirman. "Artinya : Tidak ada musibah yang menimpa di bumi dan di dalam dirimu sendiri kecuali telah ada dalam kitab sebelum Aku membebaskannya, sesungguhnya semua itu sangat mudah bagi Allah, agar supaya kamu tidak bersedih atas kegagalanmu dan tidak terlalu bergembira atas apa (nikmat) yang diberikan kepadamu" [Al-Hadid : 22-23]
Disebutkan dalam Shahihul Bukhari dari Ali bin Abi Thalib bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. "Artinya : Tak seorangpun dari kamu kecuali telah tertulis tempatnya di surga atau tempatnya di neraka" Kemudian (sahabat) bertanya : "Ya Rasulullah, apakah kita tidak menyerah saja" (Dalam suatu riwayat disebutkan :'Apakah kita tidak menyerah saja pada catatan kita dan meninggalkan amal). Beliau menjawab : "Jangan, beramallah, setiap orang dipermudah (menuju takdirnya)".
Kemudian aku mencari jawaba atas do’a yang dapat merubah takdir, apakah benar? Setelah lama mencari kudapatkan keterangan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin ditanya : "Apakah do'a berpengaruh merubah apa yang telah tertulis untuk manusia sebelum kejadian?"
Jawaban. Tidak diragukan lagi bahwa do'a berpengaruh dalam merubah apa yang telah tertulis. Akan tetapi perubahan itupun sudah digariskan melalui do'a. Janganlah anda menyangka bila anda berdo'a, berarti meminta sesuatu yang belum tertulis, bahkan do'a anda telah tertulis dan apa yang terjadi karenanya juga tertulis.
Oleh karena itu, kita menemukan seseorang yang mendo'akan orang sakit, kemudian sembuh, juga kisah kelompok sahabat yang diutus nabi singgah bertamu kepada suatu kaum. Akan tetapi kaum tersebut tidak mau menjamu mereka. Kemudian Allah mentakdirkan seekor ular menggigit tuan mereka. Lalu mereka mencari orang yang bisa membaca do'a kepadanya (supaya sembuh). Kemudian para sahabat mengajukan persyaratan upah tertentu untuk hal tersebut. Kemudian mereka (kaum) memberikan sepotong kambing. Maka berangkatlah seorang dari sahabat untuk membacakan Al-Fatihah untuknya. Maka hilanglah racun tersebut seperti onta terlepas dari teralinya. Maka bacaan do'a tersebut berpengaruh menyembuhkan orang yang sakit.
Dengan demikian, do'a mempunyai pengaruh, namun tidak merubah Qadar. Akan tetapi kesembuhan tersebut telah tertulis dengan lantaran do'a yang juga telah tertulis. Segala sesuatu terjadi karena Qadar Allah, begitu juga segala sebab mempunyai pengaruh terhadap musabab-nya dengan izin Allah. Maka semua sebab telah tertulis dan semua musabab juga telah tertulis.
Kemudian aku mengingat kembali dalil yang satu ini.
"Artinya : Sesungguhnya janin yang ada dalam kandungan ibunya ketika telah melewati umur empat bulan, maka Allah mengutus Malaikat kepadanya yang meniupkan roh dan menulis rizqi, ajal, amal dan apakah dia celaka atau bahagia".
Seperti yang dijelaskan oleh dosen Agama, jodoh termasuk dalam rizki. Sebagaimana rizqi telah tertulis dan ditaqdirkan bersama sebab-sebabnya, maka jodoh juga telah tertulis (beserta sebab-sebabnya). Masing-masing dari suami istri telah tertulis untuk menjadi jodoh bagi yang lain. Bagi Allah tidak rahasia lagi segala sesuatu, baik yang ada di bumi maupun di langit.
Aku kembali bertanya, seperti apakah catatanku? Tentu aku harus membuka catatan takdirku (Lauhul Mahfudz). Tapi aku tidak akan pernah bisa membukanya karena catatan itu bersifat ghaib. Aku bisa memercayainya tapi aku tidak bisa melihatnya dalam bentuk apa pun untuk mengetahuinya.
Pada sebuah kitab besar, dimana hanya Allahlah yang mengetahui seperti apa bentuknya dan dimana letaknya, segala sesuatu tercatat. Tidak hanya nasib manusia, bahkan segala macam peristiwa yang terjadi pada makhluk, baik yang bernyawa maupun tidak. Firman Allah dengan jelas menyebutkan :” Tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan yang tertulis dalam kitab yang nyata (Lauhil Mahfudz)”. ( QS. al-An’am : 59 ).
Aku semakin menelusuri bagaiamana sih sebenarnya yang terjadi pada takdirku nanti, Menurut Ibnu Qayim al-Jauziyah dalam kitab Syifaul’Alil fi Masailil Qadha’wal Qadar, proses penetapan qadha’ dan qadar itu melampaui 4 periode: periode pertama adalah pengetahuan Allah swt terhadap segala sesuatu sebelum penciptaannya. Dalam hal ini, semua rasul, sahabat, dan para rabi’ah telah sepakat untuk mengimaninya. Kedua, Allah menuliskan segala sesuatu yang akan diciptakan-Nya. Ketiga, setelah menuliskan segala sesuatu, Allah berkehendak terhadap segala sesuatu itu. Dan yang terakhir, Allah menciptakan segala sesuatu itu sendiri. Hanya Allah swt, yang mengetahui perkara ghaib, termasuk takdir yang akan terjadi pada diri kita.
Aku hanya bisa berdo’a berharap dan berusaha dengan memasrahkan diri pada Allah dengan takwa dan tawakal karena Allah satu-satunya yang Maha Mengetahui segala sesuatu yang (ghaib) terjadi.
Katakanlah: "Siapakah yang dapat melindungi kamu dari (takdir) Allah jika Dia menghendaki bencana atasmu atau menghendaki rahmat untuk dirimu?" Dan orang-orang munafik itu tidak memperoleh bagi mereka pelindung dan penolong selain Allah.” [Al Ahzab:17
Sejauh ini, kita telah menyaksikan kesimpulan ilmu pengetahuan tentang alam semesta dan asal-usul makhluk hidup. Kesimpulan ini adalah bahwa keseluruhan alam semesta dan kehidupan itu sendiri diciptakan dengan menggunakan cetak biru informasi yang telah ada sebelumnya.
Kesimpulan yang dicapai ilmu pengetahuan modern ini sungguh sangat bersesuaian dengan fakta tersembunyi yang tercantum dalam Alquran sekitar 14 abad yang lalu. Dalam Alquran, Kitab yang diturunkan kepada manusia sebagai Petunjuk, Allah menyatakan bahwa Lauhul Mahfuzh (Kitab yang terpelihara) telah ada sebelum penciptaan jagat raya. Selain itu, Lauhul Mahfuzh juga berisi informasi yang menjelaskan seluruh penciptaan dan peristiwa di alam semesta.
Lauhul Mahfuzh berarti “terpelihara” (mahfuzh), jadi segala sesuatu yang tertulis di dalamnya tidak berubah atau rusak. Dalam Alquran, ini disebut sebagai “Ummul Kitaab” (Induk Kitab), “Kitaabun Hafiidz” (Kitab Yang Memelihara atau Mencatat), “Kitaabun Maknuun” (Kitab Yang Terpelihara) atau sebagai Kitab saja. Lauhul Mahfuzh juga disebut sebagai Kitaabun Min Qabli (Kitab Ketetapan) karena mengisahkan tentang berbagai peristiwa yang akan dialami umat manusia.

You May Also Like

0 komentar