Mati Karenamu

by - 13.05

Tiba-tiba, aku ingin sekali mati. Lelah, untuk bertahan pada suatu arti yang tak bisa kuyakini. Semua cerita indah hanya bisa kusaksikan dalam cerita film, atau cerita indah romantika  dalam novel. Atau bahkan bualan-bualan penyair yang merayu hingga mendayu-dayu. Hidup tak  seperti itu. Kenyataan membuatku berdiri pada satu titik dalam waktu yang sama. tidak ada yang menarik. Selebihnya konflik. Atau Cuma intrik. Hidup penuh kepalsuan. Fana. Tak ada keabadian. Petunjuk selalu mengarah pada benar dan salah. Kemudian berkilah. Setiap orang percaya pada kebohongan, pada cerita. Tidak ada yang percaya. Semuanya tenggelam pada dunia maya. Dunia nyata tampak semu dan membosankan. Aku tak bisa mengisi kepalaku lagi dengan hal-hal lain. Penuh sandiwara. Kepribadian pun kini menjadi ganda. Terkadang seseorang bisa menyulap dirinya menjadi sangat baik dan memesona. Terlihat cantik dan menawan. Tidak ada ketulusan dan kemurnian. Semuanya mencari nilai. Ada materi. Bahkan berlomba-lomba meraih kesempurnaan. Setelah semua yang kau peroleh dalam pencapaian hidupmu, lantas apa lagi. Kemudian kau bangga-banggakan. Mendadak kau bisa menertawakanku karena mengganggap tidak sepadan. Lemah. Tidakkah kau ingat perbincangan kita tentang kematian, kelamu. Keranda dan kain putih yang mengantarkan kita pada keabadian. Ketika kehidupan hanya sebentuk perwujudan. Sebenaranya tidak ada kematian. Mati untuk hidup. Siklus reinkarnasi. Ketika manusia hidup setelah dibangkitkan. Dan bersama-sama satu sama lain tidak perlu saling mengenal. Tidak ada kekecewaan. Tidak ada dendam. Tidak ada permusukan. Damai. Kenapa pada akahirnya manusia saling mengenal kemudian bermusuhan. Kenapa pada akhirnya semua ajaran baik malah membuat manusia saling menyalahkan. Kenapa pada akhirnya semua kekayaan membuat manusia saling menjatuhkan. Aku jadi lupa. Bahwa sebenarnya aku hanya ingin mati. Tidak perlu membahas cinta. Kerena sebenarnya tidak ada cinta sejati. Cinta ada sebentuk tumbuhan. Bisa kau tanam dimana saja, asal bisa tumbuh. Maka cinta tumbuh layaknya benih yang menemukan unsur hara dalam tanah. Bahkan bisa mendua. Bercabang. Selingkuh. Kehidupan manusia tanpa cinta seperti kehidupan tanpa tumbuhan. Kering. Tak ada makanan. Mati. Kau menikah, lalu bercerai. Jodoh, siapa tahu. Aku dan kau sering mempertanyakannya. Tak cukup dalil menguaknya menjadi jawaban. Tak cukup bukti. Jodoh bisa bertemu di syurga. Setelah aku mati. Kau pun tak perlu tahu. Dimana aku dikuburkan. Tak perlu kau datangi makamku. Kau boleh mendoakanku, tidak juga tidak apa-apa. Biarkan aku istirahat dengan tenang. Aku bisa melihatmu dari jauh. Kau mungkin tak percaya. Sejauh apa pun kau mengenalku, kau tak lebih mengenaliku daripada mengenali dirimu sendiri. Kau bisa melanjutkan hidupmu. Aku juga. 

You May Also Like

0 komentar