Kita tak lagi bersama, bukan karena jarak yang memisahkan kita. Bukan pula rentang waktu yang membedakan kita. Entah, semacam batas bening tak berbayang jelas menjauhkan kita. Aku tak mengerti saat alasan bisa sangat memukul perasaanku. Ketika kau ungkapkan pada pagi hari itu saja, aku tak mampu berdiri untuk melihat bayanganku sendiri. Kupikir, jarak bukan lagi masalah karena kau akan segera pindah. Aku bisa bertemu denganmu kapan saja, seketika itu menjadi sia-sia karena kau menyerah pada...
Lebih Baik Terbakar
23.33 / BY Edo
Menjelang pagi, aku tak sanggup membangun mimpi. Kenyataan yang memaksaku pergi karena malam adalah mimpi buruk yang selalu menghantui. Ketika mentari bersembunyi di balik selimut. Aku tak pernah menemukan cahaya di wajahku. Tidak seberkas senyum, tidak juga pandangan mata yang berbinar. Melainkan garis hitam melingkar di bawah mata, karena semalam tak mampu terpejam. Aku takut untuk membuka mata, terlebih hati. Setelah kutahu kau hujamkan belati tepat menusuk jantungku. Apa salahku, tak pernah kau tawarkan pilihan....
Aku tak menyangka, sekiranya matahari tak pernah bersinar lagi. Tiba-tiba saja suatu hari laksana bencana, datang tanpa tiupan sangkakala. Kini, daun mengering selama mentari tak terbit lagi di ufuk sana. Rerumputan kian merindukaan terpaan cahaya. Sejak, langit berubah pekat dan mendung sepanjang musim. Bukan saja angin tak punya alamat untuk berteduh, nyanyian sepi kian menyapa di bawah rindang pohon cemara. Saat itu, aku terbangun menahan getir yang timbul di sudut mata. Memimpikan layarmu terkembang dan...
Suatu pagi yang biasa, hadir semacam cahaya kembali menyapa. Tak ada yang berubah manakala rindu pun tak kunjung pulang. Seketika bagian dirimu larut dan hilang. Senyawa cinta yang kini lenyap dalam sekejap lantaran benci yang perlahan tumbuh. Tanpa kutahu ada benih-benih lain yang mengakar perih. Luka masih saja meneteskan darah sejak kau lupa akan janji manismu yang tak terucap kata. Lebih dari sekadar ungkapan bahwa janjimu telah terukir di dalam dada. Entah, apakah benci dapat...
Di lorong sepi hati aku mulai menemukan titik-titik nyala lilin yang bergoyang, ketika bisikan hatiku lirih terdengar. Aku mulai menguping dinding menyimak kata-kata yang tersapu angin. Bahkan, ada senyum di balik kepiluan hati yang tak terselimuti. Jejak-jejakmu masih membekas di pikiranku, aku harap akan tersapu masa. Kau telah merampas hatiku, maka kucari kembali di setiap sudut. Aku tak akan menyerah untuk tetap bertahan melangkah pergi, menjauh. Ketika kau telah menghancurkan menara di hatiku. Maka, aku...
aku tak berucap kata, ketika ungkapan menari-nari dalam bayangmu. sejak kau diam membisu, di sudut dermaga. aku tak mampu menahan gejolak rindu kala mata pun hujan. gerimis kian menderas kepiluan hati. bibirku menyungging senyum, namun hatiku menangis tanpa suara. selembar ikatan janji yang terbang tersapu angin. membiarkan ombak menggulung kenangan ini. saat hatiku runtuh bersama kepingan luka yang kau beri. aku tak bermaksud memutuskan tali janji suci kita. namun, hadirmu tak pernah wujud nyata. selain,...
malam ini, kau pun terdiam dengen bibir mengatup. sedang bibirku menahan getir dan getar-getar dalam rongga yang tertutup. keheningan ini tak pula diselimuti kesenyapan. sebab, angin tak mau kembali jika purnama tak menampakkan muka. haruskah kucari bibir yang lain. karena tanpamu aku tak mampu berdenting untuk bersulang dengan teriakan di tengah petang. janji, selalu kau ingkari. cinta, selalu kau dustai. manakah diantara hatiku yang tak tulus menjulurkan kasih sayang. jika, kesetiaanku selama ini masih kau...