Diberdayakan oleh Blogger.

Professional Time Waster

Aroma pasir yang bercumbu bersama desahan ombak dan buih yang menyatu udara tercium begitu harum seperti tubuhmu yang terpapar sinar surya. Ketika waktu masih bersama, aku dan kamu menjejaki bibir pantai dalam suatu sore yang mesra. Melihat perlahan mentari lenyap di batas senja berpendar keemasan bercerita tentang penantian yang melelahkan. Sepenuhnya, aku masih mengingat laut. Seperti ombak yang berkejaran untuk sampai meraih pasir ketika karang menghadang dan aku tahu, kamu masih menggenggam tanganmu. Hembusan angin dan belainya menarikan dedaunan seperti bergoyang. Saat itu, kutemukan aku begitu ingin bertahan. Menikmati setiap detik dan hari yang mulai tenggelam oleh malam. Karena, aku merindukanmu.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
ada rindu yang terbungkus cemburu, ketika kau sembunyikan satu nama yang tak kuketahui. entah, perasaan ini terabaikan oleh tanda-tanda yang tersamarkan. manakah kalimat yang kutulis di secarik kertas, kutujukan pada sebuah alamat. nanti, kabar berubah jadi angin yang lenyap bagai asap. aku harus mencari udara segar. ketika sisa dalam paru-paruku tak terpenuhi udara. dadaku sesak. memaksaku keluar untuk sejenak menghela nafas. selalu ada dinding yang membatasiku untuk melihat lebih jauh dan menyentuhmu lebih dekat.semacam perasaan ingin tapi tak ingin. rasa mauku yang separuh hilang. dan aku tak mengerti ketika suatu malam aku dan kamu saling bicara tanpa suara. bukan lantas berbisik, tapi kata-katamu serupa tetesan telaga yang jatuh dari ujung daun. aku tahu, kau tidak mengerti. begitu pun aku. kalimat apa yang harus kupilih untuk memulai merangkai ungkapan ini. mungkin satu kata yang terdengar sendu. maaf, aku harus jujur padamu.aku salah menilaimu.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Meski, aku telah mencoba. Menghentikan waktu dan menepikan rindu, tetapi rasa yang tertinggal masih menjejakkan bayangmu. Selintas waktu kucoba berlari membuang senyummu, namun bingkai parasmu masih tersimpan di sudut mataku. Jika dalam sekian tahun ada waktu dimana aku harus berhenti lantas tak berjumpa denganmu, adalah tahun-tahun yang mungkin aku harapkan. Karena titik dimana kamu berhenti akan bertemu pada titik dimana aku kembali. Kita masih berada di garis orbit yang sama, rute perjalanan cinta akan berputar dan berakhir padamu. Aku ingin, kau menjadi akhir tujuan perjalananku. Setelah sekian waktu kucoba ikuti arah dimana angin menuju, aku ingin bertemu titik tanpa koma. Aku ingin sampai pada garis akhir dari segala pendakianku. Lalu aku bisa mengintip sang surya terbit di ufuk sana dengan tersenyum. Lalu, aku dan kamu. Kita berpegangan tangan untuk menatap langit yang sama. Seandainya cerita cinta masih dapat kubagi, kau akan mendapat seluruh halaman yang kupunya untuk kutulis namamu, di setiap sudut hati. Jika, aku masih bisa percaya, deretan huruf yang kuhapus bisa kutulis ulang. Sementara halaman ini sudah tak cukup lagi untukmu, maaf.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Aku hanya termangu, saat mataku bertemu pada satu surat. Surat yang indah menurutku karena terukir huruf berwarna emas dengan pita yang menghiasinya. Kamu tahu, itu adalah surat undangan pernikahan. Sejenak, aku membaca sebuah nama. Aku sangat hafal dengan nama itu, nama yang sering kusebut dalam hati. Sehingga dalam sekejap mampu membangkitkan seluruh kenangan yang terkubur dalam. Dan kenangan itu pula yang membangkitkan bulir mata yang kucoba rendam selama ini. Aku masih selalu lemah pada kenangan. Pada cerita yang tidak bisa kuingkari, setelah kucoba buang jauh perasaan itu, entah mengapa surat ini dengan mudah membangkitkan lukaku yang sempat mengering. Surat yang mungkin berlaku hanya satu hari, tapi membuka luka besar yang kututup seribu hari yang lalu. Bahkan, aku tak berani untuk membukanya. Atau sekadar mengetahui lokasi dimana pernikahan itu berlangsung. Aku takut, luka yang sempat terobati akan kambuh. Aku hanya ingin sembuh.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Selembar daun yang gugur adalah pertanda, ketika ranting tak kuasa lagi untuk bertahan dan menggenggam tangkai. Jika bunga layu sebelum musim gugur. Maka cuaca hari ini sungguh muram, ketika cahaya hilang dan mentari pun terpejam. Langit berubah mendung sementara awan pun telah mengabu. Gerimis hujan, menjadi pertanda jika langit pun menangis. Tetesan yang jatuh berguguran bersama detik yang tak berarti. Lalu aku bisa menghirup aroma basah tanah yang ranum mewangi karena terjamah air lantas bercumbu bersama udara. Petrichor, aroma yang kukenal. Jauh lebih wangi dari aroma tubuhmu. Di balik kesedihan hujan maka terbitlah wangi kesuburan. Kemudian perlahan sang surya tersenyum penuh gairah. Kulihat terpaan sinar yang hangat menerpaku. Menyerap hingga ke jantungku, aku melihat di balik hujan. Ada kisah baru ketika hari berganti.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Kau tahu, aku menunggumu sampai petang. Keresahanku semakin nyata manakala kabar pun tak terbalas. Mungkin, kau mengabaikanku. Tapi aku tahu kau sedang membuatku diam. Apa karena aku salah, tidak menghadirkan bukti dan tak lantas mengakui. Jika saja, ketika kutanya ada jawabnya. Dari sore menjelang malam aku diliputi kegelisahan. Kapan aku pulang, sekadar merapatkan hati di dermaga. Tapi tak juga ada kiriman pesan. Saat itu, aku tahu kau bersama orang lain. Harusnya aku sadar, bunga yang tumbuh mekar di pekarangan sebelah taman barangkali telah terpaut hati oleh bunga yang lain. Maka untuk apa aku menunggu, jika pesanku tak juga kau balas. Jika aku hanya ingin bertemu, bahkan dalam pandangan mata. Kau tahu, semalaman aku menahan diri untuk tidak segera pulang hanya untuk mendapatkan jawaban. Tidak ada satu pun orang yang tahu. Dalam sepi, kulihat kau mengharapkan pelukan yang lain, aku pun sedih. Mengetahui jika harapan tak bertemu selalu berakhir dengan kekecewaan.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Sebelum kau pergi, aku masih bisa melihat punggungmu. Tapi seketika itu juga kesedihan muncul di pelupuk mata. Kau tak berpaling muka, seperti terakhir kulihat. Kau pun tak memelukku, karena kulihat kau jatuh dalam pelukan yang lain. Pelukan yang kubenci. Jika kau ingin, aku akan sepenuh hati untuk memelukmu. Tapi, aku tahu. Kau lebih memilih yang lain. Saat itu, aku tahu kepergianmu adalah keinginanmu sendiri. Merelakanmu pergi dari sisa kebisuan yang tersimpan. Waktu tak akan pernah memintaku berhenti, termasuk untuk kembali. Saat dimana aku berdiri menyaksikanmu dalam hening, dalam pelukan yang lain. Barangkali, ini adalah perpisahan tanpa pelukan seperti yang kubaca dalam kisahmu. Semoga tak pernah kulihat lagi punggungmu, karena aku tak ingin.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Newer Posts
Older Posts

About me

recent posts

Sponsor

Facebook

Blog Archive

  • ►  2017 (2)
    • ►  Maret (2)
  • ►  2016 (8)
    • ►  Desember (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2015 (17)
    • ►  Desember (4)
    • ►  November (4)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (2)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2014 (45)
    • ►  Desember (4)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (5)
    • ►  Mei (6)
    • ►  April (7)
    • ►  Maret (16)
  • ►  2013 (16)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Agustus (6)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Januari (1)
  • ▼  2012 (59)
    • ►  Desember (4)
    • ►  November (9)
    • ▼  Oktober (9)
      • Suatu Senja
      • Salah Menilaimu
      • Menepikan Rindu
      • Aku Ingin Sembuh
      • Di Balik Hujan
      • Berakhir Kekecewaan
      • Aku tak Ingin
      • Akan Menghilang
      • Setelah Kau Jatuhkan
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (6)
    • ►  Mei (7)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Februari (5)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2011 (116)
    • ►  Desember (6)
    • ►  November (16)
    • ►  Oktober (5)
    • ►  September (14)
    • ►  Agustus (12)
    • ►  Juli (8)
    • ►  Juni (14)
    • ►  Mei (17)
    • ►  April (14)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Januari (7)
  • ►  2010 (39)
    • ►  Desember (6)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (14)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2009 (12)
    • ►  Desember (6)
    • ►  November (4)
    • ►  Oktober (2)

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates