The Tale of Sunpride: More Than Just Banana
Once upon a time,
di sebuah Kerajaan Nusantara hiduplah seorang raja yang dikenal adil dan
bijaksana. Setelah dikaruniai buah hati, Tropica—sang permaisuri bersenang hati
menyambut anak kesayangannya bernama Sun. Layaknya bayi pada umumnya terlihat
lucu dan menggemaskan. Sejak kecil, Sun menyukai binatang dan tumbuhan. Di
pekarangan kerajaan yang luas para prajurit yang sedang berlatih, Sun pun tak
takut mendekati pasukan gajah. Lalu, karena tertarik dengan Gajah, raja
Nusantara menghadiahi Sun seekor gajah kecil yang dinamakan Gaduk. Sun dan
Gaduk bermain bersama mengitari persawahan dan perkebunan raja. Sambil
menunggangi Gaduk, Sun terlihat ceria dan bahagia karena memiliki teman yang
bisa diajak bermain.
Sun dan Gaduk sudah seperti
sahabat. Setiap hari mereka bersama. Di saat pasukan gajah sedang berlatih, Sun
dan Gaduknya berpura-pura sebagai kesatria kecil ikut berlatih.
“Kelak, suatu saat ketika kamu
dewasa nanti, Aku akan mewarisi kerajaan ini dengan bangga kepadamu, Nak,” ucap
sang raja mendekati anaknya.
“Kerajaan itu apa Ayah?” tanya
kesatria kecil itu.
“Hahaha, kamu akan jadi penerus
Kerajaan Nusantara sepertiku.”
Sun memeluk sang raja lalu berlari
bersama Gaduk menaiki bukit. Dengan bersemangat, kedua tangan gajah itu terangkat
dan Sun memeluk leher Gaduk erat-erat sambil mengacungkan tombak kecil. Belalai
Gaduk pun mengayun ke atas seperti menunjuk cakrawala, seakaan kerajaan ini miliknya.
Di ujung sana, di balik kedua bukit terlihat cahaya keemasan memancar dalam
bias jingga yang indah. Sun turun dari punggung Gaduk kemudian duduk di atas
batu, sementara Gaduk mengikuti gerak sang putra raja. Maka itulah gajah
kesayangnnya itu diberi nama Gaduk—gajah duduk.
Sun memandang langit dan terpesona
akan keindahan alam sambil tersenyum senang. Gaduk seakan mengerti ikut
menggoyangkan belalai. Dari ceruk kubangan Gaduk menyemburkan air ke udara melalui
belalainya yang panjang. Percikan air itu menayangkan peristiwa ilusi optik
yang mempesona. Sun terperangah karena pertama kalinya melihat pelangi
berhambur ke pelukan Gaduk.
“Aku sayang Gaduk,”
Gaduk hanya menggoyang-goyangkan
kepalanya. Mereka berdua menghabiskan senja sampai sang raja melambaikan tangan
agar keduanya segera pulang.
Kehidupan kerajaan terlihat sibuk
karena mempersiapkan serangan dari kerajaan seberang, Kerajaan Filiphinos. Para
prajurit dan kesatria terbaik kerajaan berlatih keras. Pasukan panah yang
bertugas menjaga menara disiagakan sepanjang malam. Pasukan gajah berlatih
mengangkat batu besar untuk mendirikan benteng pertahanan. Sang raja pun
antusias menyambut serangan ini karena jika menang dari Filiphinos maka
kerajaan Nusantara akan disegani di kawasan Masia Tenggara.
“Sayang, kamu berhati-hati ya
jangan berkeliaran di luar karena kerajaan kita akan diserang,” nasihat Ibunda
raja, Tropica.
“Iya, Bu. Tapi, aku mengkhawatirkan
Gaduk.”
“Tenang saja, Gaduk aman di kandangnya
bersama pasukan Gajah yang lain.”
Malam purnama langit gelap
menyelimuti kerajaan Nusantara. Sepertiga malam suasana tampak sunyi. Tidak ada
tanda-tanda kedatangan kawanan musuh dari balik bukit Way Kombos. Hingga
pasukan Filiphinos mengendap-ngendap mendekati kerajaan melalui hutan dataran
rendah. Hutan itu dekat sekali dengan kandang para gajah. Tak disangka, panah api ditempakkan dari atas
pepohonan hutan menyerang kandang. Seluruh gajah mengamuk dan berhambur keluar
dengan panik dan takut. Sang raja pun bangkit terjaga mendengar gemuruh. Semua
pasukan disiapkan berjaga dari serangan. Tapi, seluruh kawanan gajah itu menuju
bukit Way Kombos dan menerjang menara. Pasukan panah pun berjatuhan dari atas.
Lalu gajah-gajah itu berlari menuju dinding batu dan menabraknya. Sang raja pun
memerintahkan permaisuri Tropica untuk membawa Sun ke lembah melalui sungai Way
Kombos. Kerajaan diserang.
“Ibu, di mana Gaduk? Aku ingin
bersamanya.”
“Tidak bisa anakku, kerajaan kita
diserang dan tak mungkin kita ke sana.”
Di atas batang pohon yang mengalir
permaisuri dan Sun duduk dengan perasaan cemas dan khawatir melihat kerajaannya
berkobar diserang musuh.
Sang raja memerintahkan maha patih
dan pasukan panah yang masih tersisa untuk menghujani anak panah ke hutan
dataran rendah tempat musuh bersembunyi. Sementara pasukan gajah yang lain
diperintahkan mengendalikan gajah yang mengamuk sebelum menimbulkan kerusakan
yang lebih parah. Malam itu kerajaan Nusantara berkobar. Beberapa menara yang roboh
dan pos penjagaan Nusantara terbakar. Tapi, kerajaan Filiphinos berhasil
dipukul mundur setelah pasukan gajah dapat menunggangi gajahnya masing-masing
dan menyerang balik musuh.
Sun dan permaisuri menetap
sementara malam itu di persembunyian salah satu rumah tabib Labuhan Bato.
Sampai kokok ayam pagi menandakan fajar menyingsing dan Sun terbangun dengan
cemas.
“Ayo kita kembali ke istana, Bu.”
“Iya, anakku. Kita tunggu pasukan
Gajah menjemput kita agar lebih aman.”
Sun tak mau makan sepagian itu
karena diliputi perasaan tidak enak. Ketika rombongan pasukan gajah datang
dengan gagah dan baju kebanggaan Nusantara, mata Sun sibuk mencari sosok gaduk
di antara mereka. Maha patih Widjadja yang memimpin pasukan turun dari gajahnya.
“Paduka raja memerintahkan kami
menjemput permaisuri.”
“Tunggu dulu, di mana Gaduk,”
sergah Sun tak sabar.
“Gaduk berada di pekarangan istana,
Tuan.”
“Benarkah yang dikatakannya, Ibu?”
tanya Sun kepada Ibu tak percaya
“Benar anakku, mari kita pulang.”
Sun dan Permaisuri menunggangi
salah satu gajah dan berangkat menuju istana. Terlihat dari jauh para pekerja
sedang memperbaiki gerbang dan dinding istana yang rusak. Begitu permaisuri
datang, sang raja Nusantara, menyambutnya.
“Wahai istriku, semalam kerajaan
kita diserang tapi akhirnya berhasil dikalahkan. Meski banyak kerusakan di
menara.”
“Aku bangga kepada raja, kepada
pasukan, dan kepada rakyat yang ikut membantu kerajaan. Tapi, keselematanmu lah
yang paling kukhawatirkan,” kata permaisuri sambil menuruni gajah.
Sun ikut turun dan berhambur ke
pelukan ayahnya.
“Lihatlah, Nak. Tak ada kemenangan
yang tak diperjuangkan. Inilah hasilnya.”
“Tapi, Ayah. Kenapa aku tidak
melihat Gaduk?”
Lalu sang ayah terdiam. Memberikan
kode mata kepada maha patih apa yang telah diperintahkannya. Sang maha patih
mendekat kepada tuan Sun.
“Anakku, biarlah maha patih
mengantarmu ke Gaduk.”
“Sejak semalam perasaanku begitu
mencemaskannya.”
Begitu mereka menuntun Sun menuju
pekarangan sama sekali tak terlihat Gaduk berada. Tampak di depan mata hanya
gundukan tanah merah yang ditancapkan batu. Dengan hati-hati sang raja mengusap
kepala Sun, sementara permaisuri menggenggam tangan putranya dengan kuat.
Seperti dikomando maha patih dengan nada rendah memberitahukan sesuatu kepada
Sun.
“Tuan, kini Gaduk sudah istirahat
tenang di sini. Menemani Ibunya yang turut menjadi korban serangan semalam.”
Sang permaisuri dengan jelas mampu
membaca kilatan cahaya di mata Sun terpantul saat lelehan air membanjiri
kelopaknya. Dalam hitungan detik tangis Sun pecah disusul dadanya yang
terguncang. Sang permaisuri memeluk buah hatinya, meski Sun memberontak. Lalu
sang raja mengangguk pelan diikuti Ibunya yang melepas tangannya. Sun berlari
dan bersimpuh di dekat pusara. Bening kristal berguguran dari matanya. Diikuti
isak dan derai tangis yang membahana.
Kemudian terdengar jeritan histeris
kehilangan seorang putra raja Sun ke penjuru kerajaan. Semua penduduk kerajaan
berduka. Lebih dari satu jam Sun tak beranjak dari pusara. Sang Ibu terpaksa kemudian
menggendongnya menuju singgasana raja. Sun masih berselimut duka.
Sang raja Nusantara mendatangkan sirkus,
pentas seni, dan tarian rakyat untuk menghibur sang putra, sama sekali tak
membuatnya tersenyum. Apabila derai tangisnya mereda, Sun terlihat menutup diri
dan berparas sayu. Tatapan matanya redup dan tak bersemangat.
“Ayah berjanji akan membuatmu bahagia
lagi, Nak,” usapnya kepala Sun oleh sang raja.
Seluruh kerajaan pun berstatus siaga duka
darurat. Tidak ada yang boleh terlihat bergembira di mata sang raja. Rakyat pun
terjangkit wabah kesedihan. Suasana kerajaan menjadi suram dan tak bergairah
sama sekali. Lalu sang permaisuri memiliki ide kepada siapa pun yang membawa
ramuan atau jamuan berhasil membuat Sun tersenyum maka dihadiahi jabatan,
persawahan, dan perkebunan di bukit Way Kombos.
Kabar sayembara itu terdengar luas
sampai ke hutan dataran rendah. Seorang petani yang ikut membantu menyerang
musuh di malam itu menemukan sebuah benda berwarna kuning terang terjatuh dari
atas pohon. Karena penasaran dibukanya kulit buah itu dan mulai memakannya.
Rasanya yang manis, kulitnya yang mulus, membuatnya terpejam karena nikmat.
“Mungkin benda ini bisa membuat
putra raja Sun tersenyum,” batinnya seorang petani.
Maka, petani itu melakukan perjalanan
jauh menuju Filiphinos untuk mencari buah kuning berbentuk sabit itu. Hanya
berbekal jalan kaki yang menempuh lima belas hari melalui lembah, hutan, bukit,
serta lautan. Petani sampai ke negeri Filiphinos membawa kulit buah yang sudah
layu.
“Permisi, saya mencari buah ini,”
tanya seorang petani kepada penduduk Filiphinos
“Ini adalah buah Cavendish letaknya
di kebun bukit di atas sana,” tunjuknya.
“Berapa lama buah ini bertahan?”
“Kondisi penyimpanan bertahan
sampai 10 hari. Tapi, untuk menuju bukit itu hati-hati karena dijaga pasukan
Filiphinos.”
Petani itu pun menyamar dengan
pakaian daun. Dia naik ke atas bukit saat malam hari. Tapi, dia tahu perjalanan darat 15 hari
membuat buah itu tak mampu dimakan lagi. Sementara dia butuh banyak buah agar
sang putra raja mampu tersenyum. Maka, Petani itu mendatangi rumah di tengah bukit.
Sambil mengendap-ngendap petani itu mencuri bibit buah. Usahanya berhasil dan
dia membawa bibit Cavendish itu ke tanah hutan daratan rendah. Dari tiga bibit
yang dibawanya, dua bibit gagal tumbuh.
Petani itu bingung sambil berpikir
semalaman. Akhirnya, proses produksi bibit dilakukan tidak sembarangan tapi menggunakan
teknik kultur jaringan. Untuk mendapatkan bibit unggul petani itu pun
menggunakan tanah dari dasar sungai Way Kombos yang diyakini memiliki unsur
hara yang lebih banyak.
Setelah siap tanam, bibit dipindah
ke polybag. Setiap lubang tanah yang
siap ditanami satu bibit diberikan pupuk kandang yang berasal dari kotoran
gajah dan sapi. Dengan sabar pohon itu dirawat dan beri air dengan cukup sampai 12 bulan
berbuah. Buah Cavendish itu pun siap dipetik dan dibawa ke istana raja untuk
dipersembahkan kepada tuan raja Sun.
Hari yang ditunggu akhirnya tiba, petani
dengan harapan besar membawa setandan buah Cavendish untuk diikutsertakan
sayembara. Menghadaplah petani itu dengan pakaian terbaik.
“Wahai petani, apa yang kau bawa
untuk putraku Sun,”
“Mohon paduka raja, hamba membawa
buah 100% buah nusantara yang ditanam di Labuhan Bato,”
Sun tampak melirik buah berbentuk
sabit berwarna kuning, tapi dia kemudian tertunduk lesu.
“Apa keistimewaan buah ini, petani?”
“Buah ini mengandung berbagai vitamin
dan mineral seperti vitamin A, vitamin E, zat besi, magnesium, fosfor, folat,
karoten, dan kolin. Yang paling penting mengandung 2 senyawa serotonim dan
dopamin.”
“Selain petani kau pandai seperti tabib?”
“Saya mewarisi ilmu tabib dari
generasi ketiga penduduk tepi sungai Labuhan
Bato.”
“Baiklah kalau begitu, saya terima
buah kuning ini.”
“Buah itu saya persembahkan untuk
putra raja, namanya buah pisang Cavendish Sunpride.”
Petani itu bersila di lantai.
Sementara permaisuri mengamati pisang itu dengan penasaran. Kemudian raja
menyiapkan pisau kecil untuk memotong dari tandannya. Sun melihat buah sabit
itu lalu mengelupasnya. Belum pernah sama sekali dia merasakan buah yang
bertekstur lembut itu.
Sang raja sekejap menunggu. Petani
cemas memastikan. Sedangkan Ibunda Tropica menanti respons sang putra. Sun
terpejam, sambil mulutnya bergoyang mengunyang.
“Mmmm….”
“Bagaimana rasanya, tuan?” tanya
petani.
Sun masih melahap buah pisang itu
lalu menelannya. Matanya kembali terpejam sampai ujung buah itu ditelan habis.
Bahkan, Sun mengecap ujung jari dari sari pisang yang menempel ketika
mengelupas kulitnya.
“Rasanya manis… luar biasa.”
Dalam hitungan detik, Sun
tersenyum. Tak disangka Raja Nusantara bersorak saking gembiranya memeluk
petani. Bunda Tropica bahkan sampai menitikkan air mata haru karena kembali
melihat senyum buah hatinya setelah satu tahun lamanya.
“Terima kasih, Petani. Kau membuat
matahariku kembali bersinar,”
“Senyawa serotonim lah yang membuat
suasana hati Sun menjadi lebih tenang dan menghilangkan emosi negatif.
Sedangkan dopamin memunculkan rasa puas,” jelas petani yang juga tabib itu.
“Apakah ini akan berlangsung lama? Kami
khawatir esok putra Sun akan kembali bersedih.” tanya permaisuri
“Makanlah buah pisang ini 7 hari
berturut-turut, maka bukan saja senyuman, tapi putra raja akan hidup dalam
kebahagiaan, keceriaan, dan kesenangan seperti sedia kala.”
“Baiklah, sesuai janji kau diangkat
sebagai tabib di istana serta mewarisi ladang kerajaan di Way Kombos untuk
menanam buah ini lebih banyak.”
“Terima kasih banyak, Paduka. Buah
pisang Sunpride pasti bermanfaat untuk rakyat. Wabah kesedihan akan lenyap dan
semua penduduk akan bersuka cita menjalani hidup.”
Sejak itu, Sun menjalani kehidupan dengan ceria.
Hari demi hari selama seminggu Sun memakan buah pisang dan mulai merasakan
khasiatnya.
Kesehatan dan kebahagiaan.
7 Hari Diary Sun putra raja Nusantara makan pisang
Hari 1 = Setelah senyum, detak jantung Sun kembali normal. Pisang melancarkan peredaran darah. Pisang memiliki kandungan potasium
dan kalium yang baik membantu mengatur tekanan
darah. Hal ini dapat menekan risiko stroke yang menyebabkan timbulnya gejala
penyakit jantung. Sun menjadi murah senyum dan ramah terhadap semua orang yang ditemuinya
Hari 2 = Sun menjadi rutin BAB karena pisang membantu pencernaan pada usus. Serat pada pisang
sangat baik untuk mencegah sembelit. Setelah makan pisang di pagi hari, usai sarapan Sun akan buang air besar dengan lancar
Hari 3 = Mata Sun menjadi tajam dan sehat. Pisang menjaga kesehatan mata karena mengandung sejumlah vitamin A. Kandungan vitamin A yang cukup mencegah risiko kebutaan
dan sangat untuk melindungi kesehatan mata
Hari 4 = Sun jadi lebih bergairah dan antusias. Pisang memberikan energi tambahan yang dibutuhkan dalam tubuh secara instan. Sun bisa lebih semangat berlatih dan belajar
Hari 5 = Sun jadi lebih bugar. Pisang meningkatkan kekebalan tubuh karena banyak mengandung Vit C yang bermanfaat menangkal penyakit dan serangan bakteri jahat. Sun jadi lebih bebas bergerak dan tidak takut terhadap serangan dalam bentuk apa pun
Hari 6 = Sun jadi lebih kuat dan sehat. Pisang mengandung zat mangan yang penting untuk kesehatan
tulang dan metabolisme tubuh. Sun tidak gampang sakit dan tubuhnya selalu segar,
Hari 7 = Sun jadi lebih ceria dan bahagia. Pisang mengandung senyawa triptofan yang berperan serotonin. Sun tidak lagi bersedih dan semua masalah dihadapi dengan seyuman
Sun senang dengan jamuan petani sehingga raja membuka ladang pisang seluas 3.500
hektare untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Bahkan, hasil panennya dikirim ke luar
kota Jawa, Bali dan Sumatera. Pisang Sunpride dikenal berkhasiat mengobati berbagai penyakit seperti Anemia, Sembelit, Penyakit Jantung, mual
pada wanita hamil, dan PMS (nyeri haid).
Produksi pisang Sunpride pun
terdengar ke luar negeri hingga dataran Cina. Kini bukan saja buah pisang yang
diproduksi tapi bertambah nanas, melon, apel, pepaya, dan buah lainnya. Karena
beragam buah inilah Kerajaan Nusantara pun berganti nama menjadi Nusantara
Tropical Fruit.
Putra raja, Sun pun diangkat
menjadi raja dengan nama kebanggannya, “Sunpride”
agar terus bersinar seperti matahari dan membawa banyak manfaat setiap hari.
Seperti apa pisang Cavendish Sunpride? Ini dia!
0 komentar