The Tale of Sunpride: More Than Just Banana

by - 16.18


Once upon a time, di sebuah Kerajaan Nusantara hiduplah seorang raja yang dikenal adil dan bijaksana. Setelah dikaruniai buah hati, Tropica—sang permaisuri bersenang hati menyambut anak kesayangannya bernama Sun. Layaknya bayi pada umumnya terlihat lucu dan menggemaskan. Sejak kecil, Sun menyukai binatang dan tumbuhan. Di pekarangan kerajaan yang luas para prajurit yang sedang berlatih, Sun pun tak takut mendekati pasukan gajah. Lalu, karena tertarik dengan Gajah, raja Nusantara menghadiahi Sun seekor gajah kecil yang dinamakan Gaduk. Sun dan Gaduk bermain bersama mengitari persawahan dan perkebunan raja. Sambil menunggangi Gaduk, Sun terlihat ceria dan bahagia karena memiliki teman yang bisa diajak bermain.
Sun dan Gaduk sudah seperti sahabat. Setiap hari mereka bersama. Di saat pasukan gajah sedang berlatih, Sun dan Gaduknya berpura-pura sebagai kesatria kecil ikut berlatih.
“Kelak, suatu saat ketika kamu dewasa nanti, Aku akan mewarisi kerajaan ini dengan bangga kepadamu, Nak,” ucap sang raja mendekati anaknya.
“Kerajaan itu apa Ayah?” tanya kesatria kecil itu.
“Hahaha, kamu akan jadi penerus Kerajaan Nusantara sepertiku.”
Sun memeluk sang raja lalu berlari bersama Gaduk menaiki bukit. Dengan bersemangat, kedua tangan gajah itu terangkat dan Sun memeluk leher Gaduk erat-erat sambil mengacungkan tombak kecil. Belalai Gaduk pun mengayun ke atas seperti menunjuk cakrawala, seakaan kerajaan ini miliknya. Di ujung sana, di balik kedua bukit terlihat cahaya keemasan memancar dalam bias jingga yang indah. Sun turun dari punggung Gaduk kemudian duduk di atas batu, sementara Gaduk mengikuti gerak sang putra raja. Maka itulah gajah kesayangnnya itu diberi nama Gaduk—gajah duduk.
Sun memandang langit dan terpesona akan keindahan alam sambil tersenyum senang. Gaduk seakan mengerti ikut menggoyangkan belalai. Dari ceruk kubangan Gaduk menyemburkan air ke udara melalui belalainya yang panjang. Percikan air itu menayangkan peristiwa ilusi optik yang mempesona. Sun terperangah karena pertama kalinya melihat pelangi berhambur ke pelukan Gaduk.
“Aku sayang Gaduk,”
Gaduk hanya menggoyang-goyangkan kepalanya. Mereka berdua menghabiskan senja sampai sang raja melambaikan tangan agar keduanya segera pulang.
Kehidupan kerajaan terlihat sibuk karena mempersiapkan serangan dari kerajaan seberang, Kerajaan Filiphinos. Para prajurit dan kesatria terbaik kerajaan berlatih keras. Pasukan panah yang bertugas menjaga menara disiagakan sepanjang malam. Pasukan gajah berlatih mengangkat batu besar untuk mendirikan benteng pertahanan. Sang raja pun antusias menyambut serangan ini karena jika menang dari Filiphinos maka kerajaan Nusantara akan disegani di kawasan Masia Tenggara.
“Sayang, kamu berhati-hati ya jangan berkeliaran di luar karena kerajaan kita akan diserang,” nasihat Ibunda raja, Tropica.
“Iya, Bu. Tapi, aku mengkhawatirkan Gaduk.”
“Tenang saja, Gaduk aman di kandangnya bersama pasukan Gajah yang lain.”
Malam purnama langit gelap menyelimuti kerajaan Nusantara. Sepertiga malam suasana tampak sunyi. Tidak ada tanda-tanda kedatangan kawanan musuh dari balik bukit Way Kombos. Hingga pasukan Filiphinos mengendap-ngendap mendekati kerajaan melalui hutan dataran rendah. Hutan itu dekat sekali dengan kandang para gajah.  Tak disangka, panah api ditempakkan dari atas pepohonan hutan menyerang kandang. Seluruh gajah mengamuk dan berhambur keluar dengan panik dan takut. Sang raja pun bangkit terjaga mendengar gemuruh. Semua pasukan disiapkan berjaga dari serangan. Tapi, seluruh kawanan gajah itu menuju bukit Way Kombos dan menerjang menara. Pasukan panah pun berjatuhan dari atas. Lalu gajah-gajah itu berlari menuju dinding batu dan menabraknya. Sang raja pun memerintahkan permaisuri Tropica untuk membawa Sun ke lembah melalui sungai Way Kombos. Kerajaan diserang.
“Ibu, di mana Gaduk? Aku ingin bersamanya.”
“Tidak bisa anakku, kerajaan kita diserang dan tak mungkin kita ke sana.”
Di atas batang pohon yang mengalir permaisuri dan Sun duduk dengan perasaan cemas dan khawatir melihat kerajaannya berkobar diserang musuh.
Sang raja memerintahkan maha patih dan pasukan panah yang masih tersisa untuk menghujani anak panah ke hutan dataran rendah tempat musuh bersembunyi. Sementara pasukan gajah yang lain diperintahkan mengendalikan gajah yang mengamuk sebelum menimbulkan kerusakan yang lebih parah. Malam itu kerajaan Nusantara berkobar. Beberapa menara yang roboh dan pos penjagaan Nusantara terbakar. Tapi, kerajaan Filiphinos berhasil dipukul mundur setelah pasukan gajah dapat menunggangi gajahnya masing-masing dan menyerang balik musuh.
Sun dan permaisuri menetap sementara malam itu di persembunyian salah satu rumah tabib Labuhan Bato. Sampai kokok ayam pagi menandakan fajar menyingsing dan Sun terbangun dengan cemas.
“Ayo kita kembali ke istana, Bu.”
“Iya, anakku. Kita tunggu pasukan Gajah menjemput kita agar lebih aman.”
Sun tak mau makan sepagian itu karena diliputi perasaan tidak enak. Ketika rombongan pasukan gajah datang dengan gagah dan baju kebanggaan Nusantara, mata Sun sibuk mencari sosok gaduk di antara mereka. Maha patih Widjadja yang memimpin pasukan turun dari gajahnya.
“Paduka raja memerintahkan kami menjemput permaisuri.”
“Tunggu dulu, di mana Gaduk,” sergah Sun tak sabar.
“Gaduk berada di pekarangan istana, Tuan.”
“Benarkah yang dikatakannya, Ibu?” tanya Sun kepada Ibu tak percaya
“Benar anakku, mari kita pulang.”
Sun dan Permaisuri menunggangi salah satu gajah dan berangkat menuju istana. Terlihat dari jauh para pekerja sedang memperbaiki gerbang dan dinding istana yang rusak. Begitu permaisuri datang, sang raja Nusantara, menyambutnya.
“Wahai istriku, semalam kerajaan kita diserang tapi akhirnya berhasil dikalahkan. Meski banyak kerusakan di menara.”
“Aku bangga kepada raja, kepada pasukan, dan kepada rakyat yang ikut membantu kerajaan. Tapi, keselematanmu lah yang paling kukhawatirkan,” kata permaisuri sambil menuruni gajah.
Sun ikut turun dan berhambur ke pelukan ayahnya.
“Lihatlah, Nak. Tak ada kemenangan yang tak diperjuangkan. Inilah hasilnya.”
“Tapi, Ayah. Kenapa aku tidak melihat Gaduk?”
Lalu sang ayah terdiam. Memberikan kode mata kepada maha patih apa yang telah diperintahkannya. Sang maha patih mendekat kepada tuan Sun.
“Anakku, biarlah maha patih mengantarmu ke Gaduk.”
“Sejak semalam perasaanku begitu mencemaskannya.”
Begitu mereka menuntun Sun menuju pekarangan sama sekali tak terlihat Gaduk berada. Tampak di depan mata hanya gundukan tanah merah yang ditancapkan batu. Dengan hati-hati sang raja mengusap kepala Sun, sementara permaisuri menggenggam tangan putranya dengan kuat. Seperti dikomando maha patih dengan nada rendah memberitahukan sesuatu kepada Sun.
“Tuan, kini Gaduk sudah istirahat tenang di sini. Menemani Ibunya yang turut menjadi korban serangan semalam.”
Sang permaisuri dengan jelas mampu membaca kilatan cahaya di mata Sun terpantul saat lelehan air membanjiri kelopaknya. Dalam hitungan detik tangis Sun pecah disusul dadanya yang terguncang. Sang permaisuri memeluk buah hatinya, meski Sun memberontak. Lalu sang raja mengangguk pelan diikuti Ibunya yang melepas tangannya. Sun berlari dan bersimpuh di dekat pusara. Bening kristal berguguran dari matanya. Diikuti isak dan derai tangis yang membahana.        
Kemudian terdengar jeritan histeris kehilangan seorang putra raja Sun ke penjuru kerajaan. Semua penduduk kerajaan berduka. Lebih dari satu jam Sun tak beranjak dari pusara. Sang Ibu terpaksa kemudian menggendongnya menuju singgasana raja. Sun masih berselimut duka.
Sang raja Nusantara mendatangkan sirkus, pentas seni, dan tarian rakyat untuk menghibur sang putra, sama sekali tak membuatnya tersenyum. Apabila derai tangisnya mereda, Sun terlihat menutup diri dan berparas sayu. Tatapan matanya redup dan tak bersemangat.
“Ayah berjanji akan membuatmu bahagia lagi, Nak,” usapnya kepala Sun oleh sang raja.
 Seluruh kerajaan pun berstatus siaga duka darurat. Tidak ada yang boleh terlihat bergembira di mata sang raja. Rakyat pun terjangkit wabah kesedihan. Suasana kerajaan menjadi suram dan tak bergairah sama sekali. Lalu sang permaisuri memiliki ide kepada siapa pun yang membawa ramuan atau jamuan berhasil membuat Sun tersenyum maka dihadiahi jabatan, persawahan, dan perkebunan di bukit Way Kombos.
Kabar sayembara itu terdengar luas sampai ke hutan dataran rendah. Seorang petani yang ikut membantu menyerang musuh di malam itu menemukan sebuah benda berwarna kuning terang terjatuh dari atas pohon. Karena penasaran dibukanya kulit buah itu dan mulai memakannya. Rasanya yang manis, kulitnya yang mulus, membuatnya terpejam karena nikmat.
“Mungkin benda ini bisa membuat putra raja Sun tersenyum,” batinnya seorang petani.
Maka, petani itu melakukan perjalanan jauh menuju Filiphinos untuk mencari buah kuning berbentuk sabit itu. Hanya berbekal jalan kaki yang menempuh lima belas hari melalui lembah, hutan, bukit, serta lautan. Petani sampai ke negeri Filiphinos membawa kulit buah yang sudah layu.
“Permisi, saya mencari buah ini,” tanya seorang petani kepada penduduk Filiphinos
“Ini adalah buah Cavendish letaknya di kebun bukit di atas sana,” tunjuknya.
“Berapa lama buah ini bertahan?”
“Kondisi penyimpanan bertahan sampai 10 hari. Tapi, untuk menuju bukit itu hati-hati karena dijaga pasukan Filiphinos.”
Petani itu pun menyamar dengan pakaian daun. Dia naik ke atas bukit saat malam hari.  Tapi, dia tahu perjalanan darat 15 hari membuat buah itu tak mampu dimakan lagi. Sementara dia butuh banyak buah agar sang putra raja mampu tersenyum. Maka, Petani itu mendatangi rumah di tengah bukit. Sambil mengendap-ngendap petani itu mencuri bibit buah. Usahanya berhasil dan dia membawa bibit Cavendish itu ke tanah hutan daratan rendah. Dari tiga bibit yang dibawanya, dua bibit gagal tumbuh.
Petani itu bingung sambil berpikir semalaman. Akhirnya, proses produksi bibit dilakukan tidak sembarangan tapi menggunakan teknik kultur jaringan. Untuk mendapatkan bibit unggul petani itu pun menggunakan tanah dari dasar sungai Way Kombos yang diyakini memiliki unsur hara yang lebih banyak.

Setelah‎ siap tanam, bibit dipindah ke polybag. Setiap lubang tanah yang siap ditanami satu bibit diberikan pupuk kandang yang berasal dari kotoran gajah dan sapi. Dengan sabar pohon itu dirawat  dan beri air dengan cukup sampai 12 bulan berbuah. Buah Cavendish itu pun siap dipetik dan dibawa ke istana raja untuk dipersembahkan kepada tuan raja Sun.
Hari yang ditunggu akhirnya tiba, petani dengan harapan besar membawa setandan buah Cavendish untuk diikutsertakan sayembara. Menghadaplah petani itu dengan pakaian terbaik.
“Wahai petani, apa yang kau bawa untuk putraku Sun,”
“Mohon paduka raja, hamba membawa buah 100% buah nusantara yang ditanam di Labuhan Bato,”
Sun tampak melirik buah berbentuk sabit berwarna kuning, tapi dia kemudian tertunduk lesu.
“Apa keistimewaan buah ini, petani?”
“Buah ini mengandung berbagai vitamin dan mineral seperti vitamin A, vitamin E, zat besi, magnesium, fosfor, folat, karoten, dan kolin. Yang paling penting mengandung 2 senyawa serotonim dan dopamin.”
“Selain petani kau pandai seperti tabib?”
“Saya mewarisi ilmu tabib dari generasi ketiga penduduk tepi sungai  Labuhan Bato.”
“Baiklah kalau begitu, saya terima buah kuning ini.”
“Buah itu saya persembahkan untuk putra raja, namanya buah pisang Cavendish Sunpride.”
Petani itu bersila di lantai. Sementara permaisuri mengamati pisang itu dengan penasaran. Kemudian raja menyiapkan pisau kecil untuk memotong dari tandannya. Sun melihat buah sabit itu lalu mengelupasnya. Belum pernah sama sekali dia merasakan buah yang bertekstur lembut itu.
Sang raja sekejap menunggu. Petani cemas memastikan. Sedangkan Ibunda Tropica menanti respons sang putra. Sun terpejam, sambil mulutnya bergoyang mengunyang.
“Mmmm….”
“Bagaimana rasanya, tuan?” tanya petani.
Sun masih melahap buah pisang itu lalu menelannya. Matanya kembali terpejam sampai ujung buah itu ditelan habis. Bahkan, Sun mengecap ujung jari dari sari pisang yang menempel ketika mengelupas kulitnya.
“Rasanya manis… luar biasa.”
Dalam hitungan detik, Sun tersenyum. Tak disangka Raja Nusantara bersorak saking gembiranya memeluk petani. Bunda Tropica bahkan sampai menitikkan air mata haru karena kembali melihat senyum buah hatinya setelah satu tahun lamanya.
“Terima kasih, Petani. Kau membuat matahariku kembali bersinar,”
“Senyawa serotonim lah yang membuat suasana hati Sun menjadi lebih tenang dan menghilangkan emosi negatif. Sedangkan dopamin memunculkan rasa puas,” jelas petani yang juga tabib itu.
“Apakah ini akan berlangsung lama? Kami khawatir esok putra Sun akan kembali bersedih.” tanya permaisuri
“Makanlah buah pisang ini 7 hari berturut-turut, maka bukan saja senyuman, tapi putra raja akan hidup dalam kebahagiaan, keceriaan, dan kesenangan seperti sedia kala.”
“Baiklah, sesuai janji kau diangkat sebagai tabib di istana serta mewarisi ladang kerajaan di Way Kombos untuk menanam buah ini lebih banyak.”
“Terima kasih banyak, Paduka. Buah pisang Sunpride pasti bermanfaat untuk rakyat. Wabah kesedihan akan lenyap dan semua penduduk akan bersuka cita menjalani hidup.”  
 Sejak itu, Sun menjalani kehidupan dengan ceria. Hari demi hari selama seminggu Sun memakan buah pisang dan mulai merasakan khasiatnya. 
Kesehatan dan kebahagiaan. 
7 Hari Diary Sun putra raja Nusantara makan pisang
Hari 1 = Setelah senyum, detak jantung Sun kembali normal. Pisang melancarkan peredaran darah. Pisang memiliki kandungan potasium dan kalium yang baik membantu mengatur tekanan darah. Hal ini dapat menekan risiko stroke yang menyebabkan timbulnya gejala penyakit jantung. Sun menjadi murah senyum dan ramah terhadap semua orang yang ditemuinya
Hari 2 = Sun menjadi rutin BAB karena pisang membantu pencernaan pada usus. Serat pada pisang sangat baik untuk mencegah sembelit. Setelah makan pisang di pagi hari, usai sarapan Sun akan buang air besar dengan lancar
Hari 3 = Mata Sun menjadi tajam dan sehat. Pisang menjaga kesehatan mata karena mengandung sejumlah vitamin A. Kandungan vitamin A yang cukup mencegah risiko kebutaan dan sangat untuk melindungi kesehatan mata
Hari 4 = Sun jadi lebih bergairah dan antusias. Pisang memberikan energi tambahan yang dibutuhkan dalam tubuh secara instan. Sun bisa lebih semangat berlatih dan belajar
Hari 5 =  Sun jadi lebih bugar. Pisang meningkatkan kekebalan tubuh karena banyak mengandung Vit C yang bermanfaat menangkal penyakit dan serangan bakteri jahat. Sun jadi lebih bebas bergerak dan tidak takut terhadap serangan dalam bentuk apa pun
Hari 6 = Sun jadi lebih kuat dan sehat. Pisang mengandung zat mangan yang penting untuk kesehatan tulang dan metabolisme tubuh. Sun tidak gampang sakit dan tubuhnya selalu segar,
Hari 7 = Sun jadi lebih ceria dan bahagia. Pisang mengandung senyawa triptofan yang berperan serotonin. Sun tidak lagi bersedih dan semua masalah dihadapi dengan seyuman
Sun senang dengan jamuan petani sehingga raja membuka ladang pisang seluas 3.500 hektare untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Bahkan, hasil panennya dikirim ke luar kota Jawa, Bali dan Sumatera. Pisang Sunpride dikenal berkhasiat mengobati berbagai penyakit seperti Anemia, Sembelit, Penyakit Jantung, mual pada wanita hamil, dan PMS (nyeri haid).
Produksi pisang Sunpride pun terdengar ke luar negeri hingga dataran Cina. Kini bukan saja buah pisang yang diproduksi tapi bertambah nanas, melon, apel, pepaya, dan buah lainnya. Karena beragam buah inilah Kerajaan Nusantara pun berganti nama menjadi Nusantara Tropical Fruit.
Putra raja, Sun pun diangkat menjadi raja dengan nama kebanggannya, “Sunpride” agar terus bersinar seperti matahari dan membawa banyak manfaat setiap hari.

Seperti apa pisang Cavendish Sunpride? Ini dia!





You May Also Like

0 komentar