Bungkam

by - 16.23


Aku tahu, dia memang sengaja menyembunyikannya dariku. Saat kutanya, dia selalu berkilah dan menutup mulut. Matanya yang sendu terbingkai kaca mata sehingga tak mudah ketemukan kebohongan dalam setiap mimiknya. Dia hanya tersenyum, atau mungkin lebih tepat menyeringai. Setelah lama kucari, dia memang selalu bungkam. Sesekali hanya memandang dan tak banyak bicara. Ketika kutemui pun dia hanya bisa menggelengkan kepala dan terdiam kembali. Aku menunggu reaksinya, tapi dia tetap bergeming. Apa yang dia khawatirkan, aku hanya ingin mengetahui, itu saja. Ketika kutahu namanya, aku tidak akan memaksamu untuk bicara. Aku akan sangat berterima kasih padamu. Namun, lagi-lagi kau hanya mengulas senyum di bibirmu, dan tak kudapatkan sepatah kata pun yang keluar dari lidahmu yang kelu. Apakah ini tentang nistamu. Aku tidak menuntut apa pun sekiranya kutahu dia bersalah atas itu. Aku hanya ingin kau mengatakannya sekali saja, sebutkan namanya. Aku tidak ingin memaksa, mungkin harus lebih bersabar menunggu dan menantikan saat yang tepat bagimu untuk bercerita. Kenapa kau lebih memilih diam, di antara jutaan nama yang terlintas di kepalamu. Sebutkan satu saja untuk mengakhiri segala penderitaanku ini. Aku sangat menyayangimu, tapi aku mohon bicaralah padaku. Siapakah dia, aku bisa lebih dewasa untuk menyikapinya, walaupun kutahu perbuatannya sangat menyakitkanmu. Aku punya cara tersendiri untuk menuntaskan dendammu. Aku tahu, ketika kebencian yang kulihat di matamu terhalang kaca, akan tetapi senyum yang terkembang di bibirmu kurasa palsu. Kesakitan yang kau dera selama ini terasa di ujung mataku, kau hanya diam. Sesekali menggeleng, lalu tersenyum. Jika kutanya kau hanya mematung tak berkata apa-apa. Aku tak lelah menunggumu bicara, sampai kapan pun aku akan menantikan jawaban darimu. Ketika kutahu yang sebenarnya terjadi aku pun tak percaya dan sungguh tak menyangka. Kau begitu baik di mataku, dia telah membuatmu menderita. Aku akan menjagamu. Ketika kau butuh, aku selalu siap dan bersedia melayanimu. Tapi aku mohon kau harus bicara, agar segala tanda tanya di benaku tak lagi menghantuiku, dan rasa bersalah ini akan terobati. Kemudian aku akan membawamu dari sini. Berharap aku bisa memulihkanmu. Kurasa, kau pun merasakan itu, dimana rasa diam adalah kunci untuk menyembunyikannya. Aku akan gali sedalam apa pun tanah yang kau timbun dalam benakmu, kutahu kau hanya tak siap untuk bercerita. Perlu kau tahu, aku siap mendengarkan curahan hatimu kapan pun kau mau. Aku selalu di sini menantikanmu, berkisah tentang siapa penyebab dari semua masalah ini. Bebaskanlah hatimu, buka matamu. Aku begitu menyayangimu dan aku rela berkorban apa pun untukmu. Untuk kali ini saja, biarkanlah luka itu kubuka sejenak untuk kutemukan jejak pelaku yang menorehkannya padamu. Bukankah telah kukatakan bahwa tak baik untuk memendam sekam yang kemudian bisa membara dan membakar perasaanmu sendiri. Ceritakanlah padaku sayang, aku akan berusaha untuk mengakhiri penderitaanmu. Aku tahu, kau hanya perlu waktu untuk membuka kembali luka lama di masa lalu untuk kututup kembali selamanya. Aku perlu namanya, bisakah kau sebutkan saja. Aku ingin membebaskanmu dari belengggu ini, ketika kenistaan yang kau alami akan segera kusembuhkan. Tak perlu menyesal, semua telah terjadi. Di sini, aku menerimamu dengan pendirianku, bahwa kata pun lebih mudah dimengerti dalam bahasa yang sederhana. Perasaanku pun sebenarnya adalah sebuah kata yang tidak membuat dadamu berdegup kencang ketika memikirkannya. Aku menerimamu dengan segala kesungguhanku apa adanya. Tapi aku ingin kau menyebutkan namanya. Berjanjilah padaku, akan kusimpan baik-baik. Seperti aku menjaga perasaan ini agar tak mudah tergoyahkan badai. Dimana celah yang membuatmu ragu, bahwa aku sangat peduli padamu. Aku ingin kau berjanji padaku untuk mengungkapkan namanya padaku, sekali saja.

You May Also Like

1 komentar