Lelaki di Sudut Gelap

by - 22.42

Dia hanya duduk di sudut gelap. Tanpa cahaya. Angin terasa dingin. Lelaki itu hanya memandang kosong. Kemudian dia ambil sepuntung rokok dari balik saku. Dia ragu. Ini rokok terakhirnya malam ini. Malam masih panjang. Dia tidak bisa menghabiskan sisa malam ini sendirian dengan sebatang rokok yang tersisa. Apa yang harus dilakukannya. Tak ada pilihan. Api pun menyala bergoyang ketika ujung rokok terbakar dan api tersambar angin. Lalu padam. Dihisapnya dalam-dalam sepanjang tarikan nafasnya menelannya jauh ke dalam. Asap pun menyembul keluar dari rahang dan mulutnya. Sisanya membubung terbawa angin setelah keluar dari kedua lobang hidungnya. Tiba-tiba dia terbatuk. Apa yang bisa dinikmati ketika malam terasa dingin dan tak ada kepastian. Serpihan-serpihan tembakau tua mulai berubah menjadi abu dan asap yang lenyap diterpa angin. Begitu asap mulai membentuk sketsa dan semuanya hilang begitu saja. Inikah akhir dari cerita cinta. Ketika kau hisap dalam kemudian kau hembuskan asap seperti membuang angin dan lenyap tanpa bekas karena abu yang tersisa pun tak begitu berharga sementara kau akan sangat menyesalinya, bukan lantas karena api yang membakarnya, tapi karena kau pun lenyap meninggalkanku seperti angin. Selintas berhembus kemudian hilang. Dia masih duduk, seperti menunggu. Rokoknya tinggal setengah. Dia tidak bisa menahan diri untuk menghisap. Sementara malam semakin dingin. Menanti detik-detik waktu yang berguguran seperti daun di musim kemarau telah membuat rokok pun tak terasa berbeda. Berkali-kali dia merokok, berkali-kali juga dia telah menyesalinya. Api telah membawanya hilang dan terbakar habis. Sedang dia tak pernah mendapatkan apa pun selain penyesalan. Sudut yang gelap, tak ada cahaya. Asap putih terbang menari gemulai dan penuh gairah. Bibir kering yang penuh dahaga. Mata pun mulai padam karena gelap telah membutakannya. Mungkin, dia akan menyerah pada akhirnya. Membuang puntung kemudian menginjaknnya. Mencampakkannya seperti tisu yang ternoda. Bukan saja tak berharga, setelah kau hisap habis kenikmatannya. Dia melepahkanya seperti sepah. Padahal, tanpanya dia pikir bisa menahan dendam. Dia bangkit dan berdiri, memandang jauh ke depan. Terkadang, cinta bisa begitu bergairah terbakar api, kemudian kau hisap dalam, semakin terbakar habis lalu kau buang, tidak saja kau campakkan kemudian kau injak-injak seperti sampah bahkan kau tak sempat memalingkan muka. Menatapnya barang sejenak. Dia pun pergi mencari yang lain, karena malam tentu semakin dingin. di sudut yang paling gelap. Puntung itu terabaikan. Bahkan oleh pemiliknya sendiri. 

You May Also Like

0 komentar