Diberdayakan oleh Blogger.

Professional Time Waster

Aku takut bukan berarti lemah, tapi jatuh dan mencintaimu semakin mendekatkanku pada masalah. Jika rencana tentang kita mewujud nyata dan harap ini menanti takdir. Lantas kepada siapa kita menabur doa, sementara kuil-kuil telah sepi karena lantunan peri tak terdengar lagi. Bahkan, gemuruh dada pun berdusta. Lalu kepada siapa aku harus percaya. Sementara cinta menyisakan ketakutan akan kehilanganmu. Mendekap dalam sepi dan tak habis merindukanmu. Menghitung pertemuan dan mengekalkan cinta pada ingatanku. Pada setiap mimpi yang berusaha kurangkai, membayangkanmu hadir. Jika, semua akan indah pada waktunya. Lantas, kapan? Ketika waktu-waktu indah bersamamu semakin menipis. Jika keyakinanku dapat diperbarui, apakah waktu dapat diperbarui dan cinta yang indah akan menemukan waktunya?
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Ada satu hal sulit kutepis meski pahit dalam nyata, mencintai seseorang yang tidak memiliki rasa yang sama. kau tak menunjukkan rasa benci, juga perasaan sayang. Kau selalu hadir jelas di depan mata, tapi tak pernah tertembus sayangku ke dalam hatimu. Melihat, jernih permukaan air tak bisa kulihat dalamnya perasaanmu. Saat-saat gundah menyergap dan ingatanku tentang perjanjian kita terngiang, kita akan berpisah. Bukan saja karena waktu, tapi cerita kita berakhir bersama. Bahkan tak ada pelukan akhir sebelum kita benar-benar saling menjauh. Mungkin, detik ini juga sebenarnya hatimu telah menjauh, sejak kulihat binar matamu bukan untukku, tetapi untuknya. 
Share
Tweet
Pin
Share
1 komentar
Seandainya satu malam yang tersisa, aku tak ingin datang pagi. Mengekalkan ingatanku tentangmu sebelum semuanya hilang terbilas waktu. Begitu pun perasaanku yang tegar berdiri tanpa sambutan tanganmu. Aku harus sadar tepian hati ini tak berlabuh menuju dermaga. Jika nanti ada akhir di mana kata tak sanggup menguraikan kesedihanku, aku ingin pelukan panjang sebelum terlambat. Sebelum kata sayangku terucap lamat-lamat. Membisikkan kata rindu yang tak mungkin kudengungkan di telingamu. Kita begitu dekat seolah bersama, tapi hatimu tak bisa kumiliki. Ada cinta yang tumbuh perlahan di dadaku, tapi tak kutemukan pagar tuk kujadikan tempat kuberpijak. Terlebih ada nama lain di hatimu, dan mataku terendam air begitu saja. Lirih bersenandung rindu entah kepada siapa. Mengalamatkan cinta pada surat kaleng suatu malam. Ternyata hatiku tak bisa berbohong lirih terus menyebutkan namamu.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Batas bening yang tersaput mata kasat tak terpandang, jika hati berbekas mengikut jejak kenangan tentang luka dan hujan. Aku ingin mengakhirinya sampai di sini, meski air mata menetes tak terbendung. Tapi, masih adakah luka yang berhasil sembuh jika jatuh cinta rasanya sama juga menyakitkan ketika harus melepas pergi. Sementara kau membangun dinding di antara kita. Jarak kita tak sejauh masa lalu, tapi hati kita tak saling berdekatan. Kita itu sama seperti sepasang merpati yang masih ingin terbang, meski pertemuan di taman kota sangat membekas ingatan. Lama-lama aku hanya diam terpaku menatap senja, meski bias bayangmu tak sanggup kulupakan. Adakah jeruji  yang menghalangi kita tak menumbuhkan benci, karena kita saling menyayangi, tapi tanpa kau sadari kita telah saling menyakiti. Kita mungkin terlalu dekat tapi tak menyatu ketika hatimu mulai membatu.
Share
Tweet
Pin
Share
2 komentar
Seandainya aku dapat membekukan waktu dan menahan jarum jam untuk bergerak. Lama-lamat matamu berkilat basah, sebelum terpejam. Aku tahu, sebentar lagi terbitlah rindu. Setelah pelukan terakhir malam itu dan ciuman panjang yang tertinggal. Kau mulai menghitung hari, bahkan setelah pertemuan kita. Aku pun tak bisa tinggal, sementara esok masih harus kujelang. Merindukanmu tak pernah habis semalam. Begitu pun kau merasa tak pernah cukup menuntaskan rindu bersamaku. Aku bahagia, asal bersamamu. Menerbitkan rindu-rindu yang panjang tentang hari-hari dan penantian. Akan kusimpan sisa senyummu untuk kuingat, begitu pun setiap jengkal sela parasmu. Seperti sapuan kuas dalam kanvas, aku pun melukis wajahmu dalam benakku. Agar, aku bisa menghadirkanmu tepat saat mataku terpejam.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Kamu tahu, terkadang ingatan begitu kuat membekas mengikat kenangan dan sesekali menayangkan beberapa  kilas peristiwa memori silam. Tetapi ingatan bisa juga dengan mudahnya kabur terlupakan begitu saja meski beberapa kali usaha dilakukan untuk membangkitkan ingatan. Mengenangmu, bisa saja muda bagiku menguarkan aroma rindu hujan dan gerimis ketika kita terjebak di sudut halte menunggu bus datang. Bahkan, untuk kesekian kalinya. Aku hanya bisa menatap kotak kecil itu dengan mata sendu. Terkenang sebuah peristiwa pahit yang ingin kukubur dalam. 
Share
Tweet
Pin
Share
1 komentar
Semburat senja membias memantulkan terpaan cahaya yang menembus kaca jendela tempat aku sedari tadi melabuhkan lamunanku padamu. Di gerbong ini, letupan rindu masih membekas saat kereta perlahan meninggalkan stasiun. Adakah kamu tetap menanti meski tak ada kepastian? Aku memandang keluar jendela dan membayangkan memori beberapa tahun silam. Cahaya senja akan selalu sama di sudut sore. Akankah getaran di dadaku masih sama kala namamu disebutkan dan perasaan luapan rindu hadir mendekap rasa. Aku masih menatap langit, menyaksikan awan yang berwarna keemasan membentuk siluet yang indah. Merindukanmu. Selalu saja menimbulkan getar di dadaku. Menerbitkan resah-resah tak kumengerti dan perasaanku meluap seperti tak terbendung lagi. Setiap ingatan tentangmu yang kusimpan, selalu saja menerbitkan kerinduan yang tak bisa kuhindari. Sesekali muncul dan membuatku tersenyum lama.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Aku akan selalu mengingat hari ini, ketika kata menjadi tak ada artinya. Maaf menjadi sesal akhir yang tertahan di ujung lidah, bahkan pelukan tak membawamu kembali. Sesaat, mengiri lembah pipiku yang basah karena bulir bening tak sanggup kubendung. Kenapa akhirnya kau menyerah dan memutuskan pergi. Meski, kau tahu aku sangat terluka. Bahkan, kau tak mau menemuiku untuk memberikan penjelasan. Akankah hari yang telah kita lalui bersama hanya menjadi ingatan yang kemudian terlupakan. Haruskah kuabadikan air mata ini agar tak lagi jatuh. Kepergianmu.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar


Seringkali, kita mudah untuk bersembunyi dan berpura-pura. Seperti hati yang percaya bahwa segalanya akan indah pada waktunya. Tapi tahukah kisah tentang waktu yang bergegas mengejar rindu. Belakangan, bahkan aku tak bisa mengelabuinya. Waktu semakin berlalu dan tak pernah tergapai lagi. Masa-masa penantian panjang tentang luka hati yang belum sempat terhapus, tentang kenangan yang belum sempat terkubur, begitu juga tentang benci yang tak sempat terbuang. Aku berjalan seolah menghentikan waktu. Bahkan usia semakin berjarak, dan aku akan kembali berakhir pada kehilangan, kesempatan. Jika nanti tak punya rentang waktu. Jika esok tak pernah menitipkan janji. Aku kembali bertanya pada detik yang berguguran begitu terabaikan. Bahkan kamu tak peduli banyak waktu yang kuhabiskan bersamamu. Begitu juga hari-hari bahagia bersamamu. Mengekalkan rindu dan mengabadikan momen indah. Meski, terlambat.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Jika ada satu hari di mana kesempatan itu ada untukku. Maukah kau kembali, mengenang satu hari kita bersama. Meski, tak terlibat perasaan. Aku bahagia saat tawaku mekar seperti bunga akasia. Ditemani rintik hujan kau melindungiku dari gerimis di bawah payung biru. Menyusuri jalan kemarin sore sebelum kamu pergi. Membawa janji untuk datang dan bertemu kembali. Entah, apakah kau sungguh-sungguh atau cuma untuk membuatku tenang. Menunggu, senja yang tak pernah kembali jingga terbit untuk kau tunjuk, menggenggam jemariku erat. Di sanalah, katamu. Matahari akan kembali.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Kamu tahu, tak pernah kurasakan getar di dadaku seperti ini. Sesak yang tak bisa kuterjemahkan, namun meluapkan rindu yang tak bisa kulepas. Memandangmu, tak pernah bisa kulihat lebih dekat. Aku mengenalmu, tapi tak lebih kumiliki. Bayangmu, cinta semu yang tak bisa kuungkap. Meresahkan hatiku sendiri bila senyummu tak lagi untukku. Jika, tatapan sendu matamu yang teduh tak pernah mengarah kepadaku. bila, cinta membawakan pesannya sendiri. Menjadikan degup jantung di dadaku, mampu kuredam. Semoga, kamu tahu perasaanku butuh kau balaskan.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Sebaris air yang menetes dari embun di kaca, aku mengamati lampu-lampu kota yang mulai padam. Bahkan, aku tak pernah tahu kenapa bisa berada di sini. Menunggumu tak pasti. Haruskah aku mengurai rasa sakit ini seorang diri dan meneguknya perlahan hingga habis. Sementara kamu bersembunyi dan tak pernah muncul lagi, seakan aku hanya tempatmu berlari. Tempat menyampaikan keluh kesahmu selama ini. Harusnya aku sadar, kamu tak pernah mau berjanji agar aku tak pernah menanti. Nyatanya, aku selalu menunggumu, meski tak pernah kau anggap peduli.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Gerimis akhirnya mereda, saat aku merasa telah menunggu terlalu lama. Menanti kehadiranmu setelah habis secangkir kopi dan menanti balasan pesanku. Tahukah kamu, aku telah membatalkan janji untuk bertemu denganmu dan memberanikan diri bersembunyi dari keresahanku. Bersembunyi dari degup jantung yang tak kumengerti, bersembunyi dari luka yang mungkin telah kulupakan. Adakah kamu mengerti, aku menunggumu untuk kali terakhir. Sebelum aku menyadari, bahwa kamu memang tak seharusnya kutunggu. Seperti kabar yang tak pernah jelas, simpang-siur. Adakah perasaanmu layaknya kabar burung?
Share
Tweet
Pin
Share
1 komentar


Aku ingin membagi sebuah kisah tentang duka yang tak pernah dirayakan, tentang perpisahan yang berakhir tanpa pelukan. ketika perasaanku tak sempat kucurahkan sementara perbincangan kita terhenti karena waktu, hatiku terkunci karena ragu. Jemariku tak mampu meraba beberapa huruf yang tak sanggup kurangkai, bibirku terkatup menatap sendu. Kamu tak pernah memberiku kesempatan untuk mengurai degup jantungku yang memburu, tentang nafasku yang tercekat karena angin tiba-tiba lenyap di sekitar. Aku menatap nanar tentang kenangan yang tak seharusnya kusimpan. Apakah sebenarnya perpisahan adalah salah satu bentuk takdir. Terkadang, perpisahan memang diharapkan terjadi, agar aku lebih mengerti dunia bukan saja berbicara tentang pertemuan. Ketika angin berhenti dan aku tak bernapas lagi, berarti aku harus pergi. Meninggalkan dunia. Merindukan tempat di mana namaku berakhir terukir di bebatuan. Meski, harus berderai air mata.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar


Kamu tahu, rasanya berada di antara ambang dilema ketika jemari kita bersentuhan dengan ombak dan semilir angin tak mampu meredam gemuruh dada. Bahkan, aku tak merasa dingin ketika buih-buih air yang menggenang membasahi telapak kakiku. Aku mencoba tenang, melemparkan pandangan. Hamparan biru langit terpampang jauh tak tertembus batas mata. Aku bingung, apa yang sebenarnya kurasakan. Hatiku terombang-ambing. Terkadang aku dengan mudah dihempaskan karang, terkadang aku kuat bertahan di tepian. Tapi apalah arti sebuah pilihan, ketika ombak selalu berpulang pada samudera. Lautan seakan tenang tapi selalu menyimpan sejuta pertanyaan, begitu pun setelah hatiku terseret jauh ke kedalaman. Adakah jawaban bisa kutemukan di sini, di antara karang, di antara pasir dan ombak, di antara sela jemariku yang basah, di antara celah hati yang terendam air, di antara kepingan luka. Aku pun lelah menanti senja, menanti arah.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Suatu malam, aku berniat untuk bertemu denganmu di suatu tempat. Tempat yang mungkin akan menjadi satu ingatan yang terkunci dalam kenangan. Sebuah tempat yang jauh dari keramaian. Aku sebut tempat itu adalah titik persimpangan. Sebuah lorong kecil yang gelap hanya dilalui jalan setapak dan sesekali tergenang air jika turun hujan. Hanya sebuah tiang tinggi dengan lampu yang mulai meredup menyinari. Aku menunggu sendiri, tepat di bawah lampu tiang. Berharap dengan cemas, apakah kamu akan datang. Sesekali keresahan tak dapat kusembunyikan sambil menggigit jari. Tidak banyak orang yang melalui lorong itu karena gelap, tapi di sini lah aku bertemu denganmu. Saat kususuri jalan untuk masuk ke dalam sebuah gang di lorong sempit setelah membeli makan malam, secara kebetulan aku berpapasan denganmu. Kupikir ini pertama kalinya aku melihatmu dalam keremangan cahaya, tapi tampak bersinar.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Newer Posts
Older Posts

About me

recent posts

Sponsor

Facebook

Blog Archive

  • ►  2017 (2)
    • ►  Maret (2)
  • ►  2016 (8)
    • ►  Desember (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2015 (17)
    • ►  Desember (4)
    • ►  November (4)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (2)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2014 (45)
    • ►  Desember (4)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (5)
    • ►  Mei (6)
    • ►  April (7)
    • ►  Maret (16)
  • ▼  2013 (16)
    • ▼  Desember (1)
      • Takut
    • ►  November (3)
      • Binar Matamu Untuknya
      • Mengalamatkan Rindu
      • Merapuh
    • ►  Oktober (1)
      • Merindukanmu
    • ►  Agustus (6)
      • Kotak Kenangan
      • Semburat Senyum Senja
      • Kepergianmu
      • Bersama Waktu
      • Janji Senja
      • Semoga
    • ►  Mei (2)
      • Selalu Menunggu
      • Kabar Burung
    • ►  April (1)
      • Terkenang
    • ►  Maret (1)
      • Ambang Dilema
    • ►  Januari (1)
      • Aku Menunggu Sendiri
  • ►  2012 (59)
    • ►  Desember (4)
    • ►  November (9)
    • ►  Oktober (9)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (6)
    • ►  Mei (7)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Februari (5)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2011 (116)
    • ►  Desember (6)
    • ►  November (16)
    • ►  Oktober (5)
    • ►  September (14)
    • ►  Agustus (12)
    • ►  Juli (8)
    • ►  Juni (14)
    • ►  Mei (17)
    • ►  April (14)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Januari (7)
  • ►  2010 (39)
    • ►  Desember (6)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (14)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2009 (12)
    • ►  Desember (6)
    • ►  November (4)
    • ►  Oktober (2)

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates