Sudahkah merasa benar-benar hidup?
Perjalanan pulang, di antara lalu-lalang mobil yang
melintasi jalan. Gue bertanya, “ke mana sih semua ini?”
Bahkan, mobil satu sama lain tak saling mengenal. Gue duduk
di kursi membayangkan, takdir berjalan mengikuti ceritanya. Adakah pertemuan itu
satu bentuk takdir, juga perpisahan? Di antara banyak pilihan, konsekuensi dan
kesempatan, gue bertanya lalu jika kau pergi itu satu bentuk takdir? Awalnya suka
jadi benci, dari temu jadi rindu, dari sayang lalu menghilang.
Gue merasa waktu nggak banyak buat gue menemukan semua
jawaban dari pertanyaan yang muncul.
Kenapa gue dilahirkan di sini? Dan banyak pertanyaan yang
muncul kemudian.
Sampai pembaca terjebak pada halaman ini dan membaca tulisan
gue.
Waktu sangat terbatas, bahkan sampai tak sempat. Gue hanya
bertemu beberapa orang saja hari ini, di antara juga seperti yang biasa gue
temui. Terkadang gue juga bertemu orang baru, dan orang lama kemudian pergi. Satu
per satu, waktu seolah merampas beberapa hal dalam hidup. Waktu buat gue
menimbulkan kecemasan, karena kalo nggak sekarang kapan lagi?
Banyak hal yang belum diselesaikan, banyak tenggat waktu
yang terpaksa mundur kembali, banyak maaf yang menjadi wajar, banyak kesalahan
yang dimaklumi.
Sebenarnya, apakah gue bisa mencurangi waktu ketika gue
merasa belum puas. Sampai setiap doa ulang tahun selalu panjang umur. Berapa banyak
kebaikan yang gue perbuat untuk orang lain dan membahagiakan orang-orang di
sekeliling. Dan berapa banyak justru gue mengecewakan dan melakukan kesalahan?
Sepertinya, akhirnya gue dikalahkan waktu. Terlelap tidur
karena lelah, terpaksa memejamkan mata karena perih. Tak ada lagi yang bisa
dilakukan ketika tubuh tak kuat lagi berdiri. Akhirnya raga menjadi lemah dan
jatuh sakit, dan jantung pun berhenti berdenyut karena kesempatan hidup telah
berakhir.
Semua orang pasti takut mati, dan semua orang berusaha hidup
dengan mengabaikan datangnya kematian. Ketika waktu tiba takdir pun bicara
mencabut nyawa.
Sudahkah merasa benar-benar hidup?
0 komentar